Tahun Depan Pertumbuhan Bisa 5,7 Persen

ilustrasi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumsel Tahun 2024--

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Bank Indonesia (BI) Sumsel memprediksi pada tahun 2024 mendatang ekonomi Provinsi Sumsel akan tumbuh lebih baik. Berbagai indikator dapat memberikan stimulan positif dan pendongkrak ekonomi, salah satunya agenda pesta demokrasi. 

Deputi Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Nurcahyo Heru Prasetyo, menjelaskan tahun depan ekonomi diproyeksi tetap tumbuh positif dengan rentang pertumbuhan berada di angka 4,9-5,7 persen. 

Dikatakan, beberapa faktor pendorong ekonomi Sumsel pada tahun 2024, meliputi adanya upaya pemda memperbaiki indeks kemudahan usaha atau ease of doing business. "Kemudian tahun depan juga ada event pemilihan umum serta cuaca yang diprakirakan relatif lebih baik,” ungkap Nurcahyo.

Meski begitu, lanjut dia, Sumsel harus siap dan memitigasi faktor penahan yang berpotensi mengganggu perekonomian, utamanya kondisi dan keberlanjutan komoditas sebagai salah satu tumpuan pertumbuhan ekonomi. "Komoditi di Sumsel cenderung menurun, maka sebagai salah satu pendorong ekonomi ini harus diantisipasi," tegasnya. 

BACA JUGA:Segera Terbit, Rupiah Digital dari Bank Indonesia ini Bedanya dengan Dompet Dogital, Kripto, dan Sejenisnya?

BACA JUGA:RESMI, Bank Indonesia Tarik Peredaran 3 Jenis Uang Logam Rupiah. Segera Tukarkan Uang Logammu Disini!

Ia melanjutkan, beberapa komoditas unggulan Sumsel meliputi batu bara, pulp and paper, dan karet cenderung menurun disebabkan negara tujuan ekspor yaitu Tiongkok yang belum sepenuhnya membaik. Padahal pangsa ekspor menuju Negeri Tirai Bambu menunjukkan angka cukup besar yakni 39,8 persen untuk batu bara, pulp and paper 92,9 persen, dan karet itu 9,28 persen. 

“Sementara untuk CPO masih mengalami peningkatan di triwulan III/2023 karena beberapa ekspornya ditunjukkan ke negara Vietnam dan India yang pertumbuhan ekonominya cukup tinggi,” tambahnya. 

Dia menyebut komoditas batu bara saat ini masih menghadapi kendala berupa tingginya biaya logistik mencapai 56 persen. Hal itu tentu menjadi permasalahan terhadap ekspor batu bara Sumsel yang juga memiliki negara kompetitor seperti Kolombia. “Walaupun nanti akan ada penurunan permintaan karena beberapa negara sepakat mendorong net zero emission. Batu bara kita memiliki share cukup besar untuk PDRB, tentu masih harus kita manfaatkan secara optimal,” ujarnya. 

Upaya yang dapat dipertimbangkan dalam mengatasi tingginya biaya logistik seperti adanya penyediaan infrastruktur yang memadai serta review kebijakan harga Domestic Market Obligation atau DMO berdasarkan zonasi. Sehingga meningkatkan kontribusi sektor batu bara ke LU pertambangan dan penggalian yang ada di Sumsel. "Hilirasi dan berlanjutan tetap menjadi agenda yang harus dilakukan," pungkas dia. (yun/fad)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan