https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Dominan Pemicu Faktor Ekonomi

-foto: net-

SUMATERAEKSPRES.ID - Kasus demi kasus orang tua merenggut nyawa anak sendiri memunculkan keprihatinan banyak pihak. Kriminolog dari Universitas Sriwijaya, Dr H Ruben Achmad SH MH mengungkapkan, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya pembunuhan oleh orang tua terhadap anaknya. Pada umumnya karena faktor ekonomi. 

Tapi bisa juga dikarenakan terjadi perselingkuhan orang tua, anak yang jadi korban. 

"Hal ini menyebabkan harmonisasi di rumah tangga menjadi terganggu. Kesucian dari lembaga perkawinan dicederai, hingga ini membuat orang cenderung sensitif dan gampang emosi."

"Mengarah pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga pembunuhan," ungkapnya, Sabtu (9/12) malam. 

BACA JUGA:Pelaku Mayoritas Ibu, Motif Kesal-Depresi, Beberapa Kasus Orang Tua Bunuh Anak di Sumsel

BACA JUGA:Tak Siapkan Ruang Khusus Caleg Depresi

Untuk kasus di Jakarta, bukan lagi masuk kategori KDRT, tapi sudah jenis pembunuhan berencana. Melanggar Pasal 340 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana mati.

Agar kejadian serupa tidak terulang, perlu tindakan responsif serta segera terhadap laporan korban KDRT.

"Kalau ada laporan, harus secepatnya ditindaklanjuti. Jangan sampai menimbulkan korban, bahkan sampai terjadi kematian," pungkasnya ke koran ini. Terpisah, Kriminolog Ismail Pettanasse SH MH melihat, berbagai kejadian ini ada kaitan juga dengan pernikahan dini.

Menikah dan memiliki anak, tentu tak lagi semudah menjalani hidup sendiri atau saat masa pacaran. “Dibutuhkan kesiapan mental yang kuat untuk menjalaninya. Ada kasus ayah bunuh empat anaknya di Jakarta, sedih mendengarnya,” kata dia, kemarin. 

Ia menegaskan, anak seharusnya dilindungi. “Kita berharap kasus itu tidak jadi contoh dan tidak untuk ditiru para orang tua lain,” tegasnya. Menghilangnya nyawa anak sendiri tentu bentuk tindak kriminal berat.

Agar tidak terulang terus, butuh upaya pencegahan sedini mungkin. Salah satunya dengan menghindari pernikahan dini. Biasanya pernikahan dini, dapat memicu hal-hal yang tidak semestinya terjadi.

“Saat usia masih muda, tidak siap menerima keadaan, itulah terjadi depresi, stress. Akhirnya mengedepankan emosi dibanding rasionalitas,” beber Ismail. Hal-hal ini sebenarnya masalah klasik. Ada juga terkait dengan kondisi ekonomi keluarga. 

Bisa juga dipicu kecanggihan teknologi, “Banyak keluarga di Jakarta yang sampai menjual anak mereka, menyuruh anak meminta-minta, dan terparah sampai membunuh anak sendiri,” ungkapnya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan