Hasil Bisa Dua Kali Lipat, Sistem Bioflok Lebih Menguntungkan
PERLIHATKAN: Doni, peternak ikan lele memperlihatkan ikan lele yang menggunakan sistem bioflok. -FOTO: HENDRO/SUMEKS-
EMPAT LAWANG - Banyak cara untuk membudidayakan ikan lele. Salah satunya dengan sistem bioflok. Namun banyak yang belum mengetahui cara ternak lele dengan bioflok. Padahal dalam sistem bioflok hasil panen yang didapat jumlahnya bisa jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan sistem budidaya konvensional.
Doni yang merupakan peternak ikan lele menjelaskan secara sederhana, budidaya lele sistem bioflok mengandalkan pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme ini berfungsi untuk mengelola limbah budidaya lele sehingga berubah jadi gumpalan terkecil atau flok/floc.
Dikatakan, flok tersebut dapat dimanfaatkan kembali sebagai pakan lele alami. ‘’Dengan demikian, meskipun modal yang diperlukan bioflok lele lebih besar, tapi dapat menghemat biaya pakan dan meningkatkan hasil panen," ujar Doni.
Metode ini, kata Doni, mampu menghasilkan jumlah panen lebih banyak. Bahkan hingga 2 kali lipat dibandingkan cara konvensional. ‘’Selain itu, banyak manfaat dan keunggulan lainnya dari sistem bioflok untuk budidaya ikan lele,’’ ujarnya.
Keuntungan tersebut antara lain kualitas air kolam lebih terjaga, pH air lebih stabil, limbah dalam kolam jadi sedikit dan lebih ramah lingkungan. Lalu, kotoran air dikonversi menjadi bakteri sebagai pakan alami lele.
Tak hanya itu, kadar amonia di dalam kolam bisa ditekan. Peternak lele tak perlu sering mengganti air kolam, karena aktivitas mengganti air kolam justru merusak biosekuriti kolam. ‘’Kita akan lebih hemat lahan budidaya, budidaya bisa dilakukan tanpa cahaya matahari dan padat tebar bisa mencapai 3.000 ekor per m3,’’ ujarnya.
Dikatakannya, meskipun terlihat mudah dan menguntungkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika ingin berbudidaya dengan sistem bioflok. ‘’Faktor utama keberhasilan budidaya lele sistem bioflok adalah dengan mengandalkan aerator sebagai penyuplai oksigen,’’ katanya.
Aerator harus berjalan terus-menerus setiap hari. Bila aerator berhenti, ada risiko terjadinya endapan bahan organik di dasar kolam. ‘’Endapan tersebut dapat memengaruhi tingkat keasaman air, itulah sebabnya aerator harus terus menyala,’’ katanya.
Kekurangan lainnya adalah bioflok lele tidak dapat diterapkan pada kolam tambak yang bocor karena rembesan air tersebut bisa mengancam biosekuriti kolam. ‘’Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan rutin pada air dengan tujuan mengetahui apakah terdapat amonia atau nitrit,’’ katanya.
Selain itu, lanjutnya, bila jumlah flok di dalam kolam terlalu pekat, ikan lele dapat mengalami kematian massal secara bertahap. ‘’Ini terjadi karena rendahnya kadar oksigen,’’ ujarnya. (eno/)