Jelang Pilpres, Gelar "Musuh Bebuyutan"

PERTUNJUKAN: Inaya Wahid menjalani adegan sebagai mbok jamu dalam pentas Indonesia kita dengan Lakon “Musuh Bebuyutan”-Foto : ist-

JAKARTA , SUMATERAEKSPRES.ID– Indonesia Kita kembali menggelar panggung pertunjukan ke-41. Kali ini mengusung Tema Perebutan Takhta dan Kuasa di Lakon “Musuh Bebuyutan”. Panggung teater ini mengusung tema pertarungan politik yang terjadi di antara dua pihak yang sebelumnya bersahabat.

“Musuh Bebuyutan” mengisahkan hubungan seorang pemuda dan perempuan yang bertetangga dan berteman baik. Namun sebuah peristiwa menjadikan keduanya berseteru dan berbeda pilihan politik. Permusuhan keduanya merembet ke mana-mana, membuat situasi kampung menjadi penuh kasak kusuk," terang Penulis dan Direktur Artistik Indonesia Kita, Agus Noor.

Dari perseteruan tersebut, akhirnya masyarakat menjadi terbelah sikap. Ada yang mendukung si pemuda, dan ada juga yang mendukung si perempuan. Situasi makin memanas ketika Lurah lama akan habis masa jabatannya, dan pemilihan Lurah baru akan dilangsungkan.

Di pentas ke-41 ini menampilkan gaya pemanggungan yang terinspirasi pada kesenian lenong. Pilihan pemanggungan untuk menggambarkan suasana perkampungan yang tenang dan akrab, tetapi kemudian menjadi penuh kehebohan. Gaya pemanggungan lenong juga akan membuat panggung pertunjukan menjadi lebih penuh dengan kejenakaan. ‘’Dengan kejenakaan itulah, segala intrik, konflik, dan suasana permusuhan bisa ditampilkan secara penuh humor, dengan sindirian isu politik yang dikemas dengan menarik. Peristiwa demi peristiwa yang menandai perseteruan, dikemas dengan gaya humor,’’ ujarnya.

Senada dengan Agus Noor, Butet Kartaredjasa juga menyampaikan harapannya bahwa melalui pertunjukan seni, masyarakat Indonesia bisa lebih tenang dan kalem menghadapi pesta demokrasi yang akan terjadi dalam beberapa bulan lagi. “Negara ini tak ubahnya perkampungan dalam pertunjukan lenong. Ada yang tampil di atas panggung, menyajikan sandiwara, dan penonton bisa mengomentari penampilan mereka. Namun seperti biasa, apa pun komentar penonton, para pemain terus melanjutkan peran-perannya,’’ katanya.

Dirinya berharap dari kegiatan ini bisa mengingatkan masyarakat bahwa proses demokrasi  seperti pertunjukan lenong. Publik bisa memberikan pendapat, namun tetap saja para aktor di atas panggung akan mengikuti jalannya skenario. ‘’Kita tak perlu sampai harus berseteru, bermusuhan, dan saling benci bahkan dengan saudara sendiri hanya karena perbedaan politik. Kita menikmati saja pertunjukan demokrasi nanti,” tegasnya. (kus).

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan