Teror Pinjol Makan Korban, Diduga Tak Sanggup Bayar, Warga 16 Ulu Akhiri Hidup
--
Korban informasinya meminjam uang senilai Rp9,4 juta dari sebuah platform Peer to Peer (P2P) Lending yang penyediakan jasa pinjol. Dari pinjaman hanya Rp9,4 juta itu, korban harus mengembalikan Rp18 juta..
Lantaran mengalami kendala, korban pun kena teror debt collector perusahaan pinjol itu. Sampai kantor pemerintahan tempat korban bekerja tahu dan korban akhirnya dipecat. Karena tak tahan, korban akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Penuturan korban yang pernah terjerat pinjol, Iwan, warga Kelurahan 1 Ulu, Palembang, bunga pinjol memang mencekik leher. Saat itu, dia sedang sangat membutuhkan uang.
“Disarankan teman untuk pinjam di pinjol saja karena katanya mudah dan cepat prosesnya. Saya cari di Google Play dan dapatlah platform minicash yang menawarkan sangat baik cepat dan tenor yang lama,” kata dia.
Setelah mendaftar dia dapat plafon pinjaman hingga Rp20 juta. “Tak lama setelah saya klik muncul pemberitahuan uang sudah ditransfer sebesar Rp1.116.000. Padahal dia belum menyebut berapa yang akan dipinjam. Lalu muncul di aplikasi tersebut pembayaran yang harus dikembalikan sebesar Rp1.800.000 dalam jangka waktu hanya 7 hari,” ceritanya
Baru juga jalan 2-3 hari, dia sudah dapat pesan WhatsApp agar segera melunasi pinjamannya. “Jika tidak melunasi data-data saya akan disebar oleh penagih, saya panik baru meminjam sudah harus mengembalikan,” kata dia.
Honorer di salah satu rumah sakit di Palembang, Husnul mendapatkan pengalaman tidak mengenakkan dengan pinjol. Karena telat bayar dan bunga besar, ia pun dipermalukan. "Seluruh kontak yang ada di Hp saya dikirimi pesan dengan detail diri dan foto saya," tukasnya.
Sebelumnya, pengamat sosial dan kebijakan publik Sumsel, Dr M Husni Thamrin, menilai faktor utama yang mendorong orang untuk memilih pinjol adalah kemudahan dalam proses pengajuan dan persyaratan yang sederhana.
Pinjol menawarkan solusi instan bagi mereka yang membutuhkan dana dengan cepat. Tanpa kerumitan administratif, seperti dengan bank atau lembaga keuangan tradisional. “Ini menjadi pilihan menarik bagi individu yang menghadapi situasi mendesak. Seperti biaya medis tak terduga, atau keadaan darurat lainnya,” ujarnya.
Salah satu aspek yang menonjol dalam tren ini adalah kenyataan bahwa banyak individu yang "unbankable" atau tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan pinjaman dari bank.
Hal itu bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti kurangnya sejarah kredit yang kuat, atau kurangnya jaminan yang diperlukan oleh lembaga keuangan tradisional. “Pinjol, di sisi lain, cenderung lebih fleksibel dalam hal persyaratan. Membuatnya menjadi pilihan yang lebih mudah diakses bagi banyak orang,” kata dia.
Namun, dia juga mencatat bahwa terdapat risiko tertentu terkait dengan pinjol. Bunga pinjaman yang lebih tinggi dan tenor yang lebih singkat, bisa menjadi masalah serius. “Terutama bagi individu yang tidak benar-benar memahami implikasi finansial jangka panjang,” ulasnya.
Tidak hanya itu, status legalitas pinjol juga perlu diperhatikan dengan seksama. Karena ada banyak entitas ilegal yang beroperasi dalam industri ini. “Tantangan lain yang dihadapi adalah minimnya literasi keuangan di kalangan masyarakat,” tukasnya.
Banyak individu yang mungkin tidak sepenuhnya memahami konsep bunga, biaya tambahan, dan risiko yang terkait dengan pinjaman. “Inilah sebabnya mengapa edukasi dan informasi menjadi penting dalam memastikan bahwa orang memahami implikasi finansial dari keputusan mereka,” terangnya. (afi/*/)