https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Tempuh 110 Km per Hari, Naik Rakit hingga Melintasi Hutan

PERJUANGAN: Koko, guru garis depan (GGD) di wilayah Muratara bersama murid-muridnya bersyukur kini ke sekolah lewat jembatan.-Foto : ist-

Meski sulitnya perjuangan Nuril, ia juga bersyukur diberi kesempatan mengajar dan akhirnya diangkat menjadi PNS. "Saya sudah 8 kali ikut tes CPNS, baru lulus tahun 2018,” bebernya. 

Kendati Nuril tak menampik, jauhnya perjalanan ke sekolah membuat biaya transportasinya sangat besar untuk membeli bensin dan makan.

Sehingga Nuril pun mencari penghasilan sampingan. "Untuk menambah penghasilan jika weekend saya melayani jasa servis drum band dan melatih drum band," ungkapnya. 

BACA JUGA:Tepuk Bokong Siswi, Oknum Guru Dimutasi, Dugaan Pelecehan saat Les, Kasus di Prabumulih

BACA JUGA:Inilah PAK MUKARDI, Guru Fenomenal asal SUMSEL Raih Muhammadiyah Award. Dirikan 28 Sekolah, Ini Kiprahnya!

Sebelum diangkat PNS, Nuril sendiri sudah mengajar sebagai honorer sejak tahun 2003. "Dulu tahun 2003, ngajar seminggu full dengan honor Rp60 ribu per bulan. Itu pun dibayar kalau sudah ada siswa yang bayar uang SPP. Kadang 3 bulan sekali, kadang 5 bulan sekali, karena saat itu belum ada dana BOS," ceritanya.

Dengan semangatnya memberikan pembelajaran kepada anak-anak bangsa, Nuril berharap pendidikan di Indonesia, khususnya desa pelosok dapat lebih baik lagi serta guru-guru di desa-desa lebih diperhatikan. 

Tak hanya di OKU Timur, di Kabupaten Muratara pun banyak guru garis depan (GGD). Selain berperan memberikan pendidikan di negeri pelosok, mereka juga sering menyalurkan pesan moral bagi pelajar yang sering luput dari perhatian.

Koko Triantoro, Koordinator Relawan Negeri sekaligus GGD Muratara mengatakan minimnya akses bagi pelajar pelosok banyak didapati di wilayah Muratara. Seperti SDN Sungai Jambu yang terletak di Dusun Sungai Jambu, Desa Muara Tiku. Puluhan tahun sejak berdiri, siswa-siswi dan guru dari dusun KMPI harus berjalan kaki setiap hari ke sekolah SDN Sungai Jambu.

Ini karena akses transportasi di wilayah ini didominasi aliran sungai. Siswa dan guru yang menuju sekolah harus melintasi sungai, naik rakit atau berjalan kaki melewati hutan. "Karena mereka tak memiliki perahu jadi jalan kaki. Waktu tempuhnya bisa mencapai 1,5 jam," ucapnya.

Karenanya ia menawarkan ke Yayasan Rumah Asuh dan Benih Baik agar mendanai pembuatan perahu khusus untuk transportasi pendidikan.

  "Alhamdulillah terwujud, kita bisa salurkan donasi perahu khusus untuk transportasi pendidikan di wilayah Sungai Jambu," bebernya.

Beberapa waktu lalu serah terima secara simbolis oleh Bupati Muratara dalam acara Puncak Hari Guru Nasional tahun 2022. Pihaknya berharap donasi ini bisa membantu anak-anak daerah pelosok mendapatkan pendidikan.

"Kami dari GGD juga akan terus berkoordinasi dengan komunitas-komunitas pendidikan dalam membantu pendidikan di pelosok Muratara," bebernya.

Selain SDN Sungai Jambu, masih banyak sekolah pelosok lain di Muratara yang memiliki kasus serupa. Seperti SD Negeri 2 Muara Kulam Lokal Jauh, Karang Pinggan, Kecamatan Ulu Rawas.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan