Sudah Berusia 400 Tahun, Milik Tujuh Keturunan, Ini Bangunannya
MASJID UMARI: Masji Umari ini berada dekat lombahan balak--
MARTAPURA, SUMATERAEKSPRES.ID – Desa Mendayun, merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Madang Suku I, Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan. Mungkin banyak yang tak mengenal desa ini, tetapi dari desa ini banyak menghasilan tokoh di Sumatera Selatan (Sumsel), bahkan Tanah Air. Sebut saja, Prof KH Zainal Abidin Fikri, Mayjen (Purn) Aqlani Maza, Tabrani Ismail (Dirut Pertamina) dan sebagainya.
BACA JUGA:Rumah Adat dan Gedung Dekranasda PALI Diresmikan, Pakaian Adat Khas PALI Di-launching
Saat ini, penduduk asli desa tersebut banyak yang melakukan urbanisasi atau pindah ke kota Palembang. Sehingga desa tersebut saat ini mayoritas penduduk dihuni warga Jawa. Sedangkan, warga asli Mendayun masih banyak dijumpai di kawasan Seberang Ulu (SU), Kota Palembang.
Meski demikian, Desa Mendayun masih sering didatangi para keturunan dan penduduk aslinya. Nah, untuk menampung mereka di Desa Mendayun terdapat ada rumah adat. Di rumah tradisional tersebut menjadi tempat persinggahan dan bermusyawarah.
Rumah adat tersebut dikenal dengan nama “Lombahan Balak”. Rumah panggung yang berbuat dari kayu tersebut menjadi tempat bagi siapa saja yang akan berkunjung atau pulang ke Desa Mendayun. Lombahan balak juga sudah menjadi rumah adat yang kini dilestarikan dan dipertahankan pemerintah Kabupaten OKU Timur.
Maliki (89) sesepuh warga Mendayun sekaligus yang menempati rumah adat tersebut mengatakan kalau lombahan balak kini sudah berusia 400 tahun lebih. ‘’Rumah ini (Lombahan balak, red) peninggalan Tuan Penghulu. Usianya sudah 400 tahun lebih,” ujar Maliki.
Dikatakannya, lombahan balak ini sudah berdiri sejak zaman penjajahan Belanda. “Rumah ini (Lombahan balak, red) merupakan rumah pertama yang ada di Desa Mendayun. Rumah ini juga punya tujuh keturunan,” lanjutnya.
BACA JUGA:Harta Karun Rampasan Belanda Termasuk Emas dan Permata Kembali ke Indonesia
Lombahan balak berdiri bersamping dengan Masjid Agung Umari dan dekat Makam puyang Tuan Mashur. “Dulunya rumah ini pernah dihuni beberapa pesirah Mendayun. Seperti Kiai Morga, Kiai Murod dan sebagai,” jelasnya.
Dijelaskannya, lombahan balak sengaja didirikan di dekat tepian Sungai Komering. Hal itu, dikarena Desa Mendayun berada di seberang Sungai Komering. “Ya, dulu kami (warga Mendayun, red) kalau mau ke Palembang harus nyebrang. Begitu juga sebaliknya yang mau berkunjung ke sini (Mendayun,red) harus naik ketek,” jelasnya.
Namun kini tidak lagi. Pemerintah Sumsel telah membangun jembatan penghubung yang menuju ke Mendayun. “Jembatan penghubung dibangun pada saat pemerintahan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman,” katanya.
Dirinya berpesan agar lombahan balak ini tetap dijaga dan dipertahankan. “Harapan saya, rumah ini tetap dilestarikan sebagai salah satu bukti sejarah bagi masyarakat desa Mendayun khususnya dan Kabupaten OKU Timur pada umumnya,” tuturnya.
BACA JUGA:TAHUKAH KAMU, Mengapa Semangka Jadi Simbol Dukungan Pada Palestina. Ternyata Begini Sejarahnya!
Maliki juga menambahkan rumah tradisional (lombahan balak) bisa menjadi aset pemerintah Sumsel untuk memajukan pariwisata. “Bangunan ini andalan obyek wisata budaya. Mudah-mudahan terus dilestarikan,” pungkasnya. (rf)