Kartika MK
Arif Sahudi, kedua dari dari kiri, hadir saat wisuda Bonyamin--
Bagaimana dengan heboh soal etika di MK sekarang ini? ''Itu urusan hakim MK. Waktu mengadili gugatan kami, hakim berpegang pada kode etik atau tidak,'' jawabnya. Tidak ada hubungannya dengan penggugat dan pengacaranya.
Seperti juga Bonyamin, Arif mengatakan gugatan itu tidak punya latar belakang politik dinasti. ''Saya tidak kenal Mas Gibran. Bertemu pun seingat saya belum pernah,'' katanya.
Arif bercerita, hampir saja ia bertemu Gibran. Baru hampir. Waktu itu ia mengajukan surat. Minta audiensi. Yang akan menghadap walikota Solo itu adalah pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Solo.
''Kami tidak berhasil menghadap. Pak walikota tidak punya waktu,'' ujar Arif. Seperti juga Bonyamin, Arif ternyata aktivis PPP. Pernah jadi ketua cabang Solo.
Sekarang menjadi ketua pembelaan hukum di pengurus pusat partai. Berarti sudah dua gugatan yang ditangani Arif dimanfaatkan pihak lain. Yakni para koruptor dan kini para pemburu kekuasaan. Yang pro maupun yang anti.
Ia hanya ingat dua gugatan yang ditolak. Satu, agar seorang menteri jangan jadi caleg. Gagal. MK memutuskan para menteri tetap bisa jadi calon anggota DPR.
Kedua, bagi hasil minyak untuk Blora. Arif ingin Blora yang miskin itu dapat bagi hasil lebih banyak dari minyak mentah blok Cepu.
Minyak itu memang disedot dari sumur di Bojonegoro, Jatim, tapi lumbung minyaknya di bawah tanah Blora. Karena gugatan Arif ditolak, Blora hanya tetap dapat bagian 2,5 persen.
Arif lahir di desa Ringin Pitu, Tulungagung, Jatim. Ia lulus Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di sana. Lalu ke Jombang. Ia kuliah hukum di Universitas Darul Ulum.
Sejak aliyah Arif sudah bercita-cita jadi pengacara. ''Ingin menjadi seperti Adnan Buyung Nasution,'' kata Arif. Buyung adalah tokoh nasional di bidang hukum, keadilan dan demokrasi.
Reputasi Buyung begitu tinggi sampai menjadi idola banyak anak muda. Karena itu begitu bergelar SH, Arif sekolah lagi di Yogyakarta. Di SHAPI (Sekolah Hukum Advokad Profesional Indonesia).
''Itu sekolah yang didirikan dan dipimpin Pak Artidjo (Alkostar),'' ujar Arif. Artidjo adalah pengacara dengan idealisme tinggi. Puncak karirnya: menjadi hakim agung. Ia hakim agung yang sangat ditakuti oleh para koruptor.
''Saya ini murid beliau,'' katanya. Sekolah di SHAPI hanya satu tahun. Lalu magang di kantor pengacara ternama di Solo: pengacara Mugono SH.
Di Mugono-lah Arif bertemu Bonyamin. ''Pak Bonyamin itu alamat di KTP-nya di rumah pak Mugono,'' kata Arif.
Seperti juga Bonyamin, Arif tidak mau memperdagangkan hukum. Termasuk memolitisasikan.
Soal penggugat tidak tanda tangan, Arif balik bertanya: sejak kapan ada aturan penggugat harus tanda tangan. ''Semua sarjana hukum tahu begitu penggugat menunjuk pengacara cukup pengacara yang tanda tangan,'' katanya.