Perkuat Literasi, Perangi Hoaks
Dwi Fitrianingtyas, S.I.Kom-foto: ist-
Hoax atau hoaks diartikan sebagai berita atau informasi yang tidak benar; bohong (KBBI). Informasi tersebut direkayasa untuk menutup iinformasi yang sebenarnya atau juga bisa diartikan sebagai upaya pemutar balikan fakta menggunakan infromasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverfisikasi kebenarannya.
Dilansir dari Kominfo.go.id., sampai bulan Juni 2023 tercatat sudah ada 11.759 konten hoaks yang telah diidentifikasi Tim AIS Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo. Berdasarkan hasil penelusuran Tim AIS Kementerian Kominfo, jumlah total konten hoaks, disinformasi dan misinformasi pada periode Januari hingga Juni 2023 cenderung meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022.
Tercatat peningkatan sebanyak 29 konten, Hoaks yang berkaitan dengan pemerintahan, seperti informasi mengenai kesehatan yang menyesatkan dan pencatutan nama pejabat publik untuk penipuan mendominasi.
Di kategori kesehatan beberapa konten hoaks yang berkaitan pandemi Covid-19 masih juga ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kita telah memasuki Era Society 5.0, hoaks masih menjadi isu yang tumbuh dengan subur di tengah-tengah masyarakat.
Dampak Negative Hoaks
Berita hoaks memberikan dampak negative tidak hanya bagi yang menyebarkan tetapi juga bagi yang menerima. Beberapa dampak yang ditimbulkan dari berita hoaks adalah sebagai berikut: Pertama, Menimbulkan Perpecahan. Berita bohong memicu perpecahan, baik antar individu maupun kelompok. Hal ini disebabkan penggiringan opini terhadap seseorang, sehingga menimbulkan kebencian terhadap orang tersebut yang dapat berujung pada perpecahan.
Kedua, menurunkan kredibilitas. Sering kali berita hoaks akan merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya. Karena berita palsu bersifat mengadu domba, pihak korban akan merasa dirugikan dengan pencemaran nama baik, kredibilitas hingga menurunnya reputasi.
Ketiga, Tidak Lagi Percaya Fakta. Terlalu banyak berita bohong yang beredar membuat masyarakat jadi sulit membedakan mana informasi palsu dan fakta. Dengan menyebarluasnya hoaks, masyarakat justru tidak lagi percaya dengan fakta yang sebenarnya karena terlanjur keliru.
Keempat, Menimbulkan Pandangan Negatif. Berita hoaks sering kali menyasar emosi masyarakat. Fitnah yang disebar dapat menyulut kebencian dan kemarahan, sehingga masyarakat memiliki sudut pandang negative terhadap seseorang, kelompok, ataupun suatu produk. Upaya ini bisa disebut dengan black campaign untuk menjatuhkan pesaing.
Kelima, Merugikan Masyarakat. Selain secara psikis, hoaks juga dapat merugikan masyarakat secara materi. Hal semacam ini sudah banyak terjadi di mana seseorang diminta untuk memberikan sejumlah uang karena menang undian dan mengatasnamakan suatu brand.
Literasi Perangi Hoaks
Dalam menghadapi hoaks, kita dituntut untuk mengetahui ciri-ciri hoaks agar tidak terjebak dalam berita palsu. Salah satucara yang dapat dilakukan ialah memperkuat literasi digital guna memerangi hoaks yang beredar.
Literasi hoaks adalah kemampuan seseorang untuk mengenali, memahami, dan mengkritisi informasi yang tersebar luas, terutama informasi yang salah atau hoaks. Literasi hoaks melibatkan keterampilan dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan memverifikasi kebenaran informasi sebelum mempercayainya atau menyebarkannya kepada orang lain.
Beberapa keterampilan dan langkah-langkah yang dapat membantu meningkatkan literasi hoaks antara lain: Cek sumber informasi: Verifikasi sumber informasi sebelum mempercayainya atau membagikannya. Periksa reputasi situs web, penulis, atau organisasi yang menyebarkannya. Hindari sumber yang tidak dikenal atau mencurigakan.
Kemudian, Periksa keabsahan informasi: Lakukan penelitian tambahan untuk memastikan kebenaran informasi yang ditemukan. Carilah laporan dari sumber yang terpercaya, bandingkan dengan berbagai sumber, dan perhatikan konsistensi dalam berita yang ada.
Terus, tinjau bukti dan fakta: Tinjau kembali bukti atau fakta yang ada dalam informasi yang diberikan. Perhatikan apakah ada data atau sumber yang mendukung klaim yang dibuat. Jika tidak ada bukti yang kuat, berhati-hatilah untuk menerima informasi tersebut.
Selanjutnya, gunakan sumber informasi yang beragam: Dapatkan informasi dari berbagai sumber yang berbeda untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih luas. Ini dapat membantu menghindari bias atau kesalahan informasi yang disebarkan oleh satu sumber.
Kemudian, waspadai judul yang provokatif atau sensasional: Judul berlebihan atau sensasional sering digunakan untuk menarik perhatian dan menghasilkan klik. Periksa konten sebenarnya dan jangan langsung percaya pada judul yang menarik perhatian.
Perhatikan kecenderungan bias: Ketahui bias yang mungkin ada dalam penyajianin formasi. Berita yang obyektif harus mencakup sudut pandang yang beragam dan menghindari prasangka atau pendapat yang jelas.
Verifikasi foto dan video: Tinjau kembali keaslian foto atau video yang digunakan dalam informasi. Banyak hoaks menggunakan gambar atau video yang dipalsukan atau diambil dari konteks aslinya. Gunakan alat atau sumber daya online untuk membantu memeriksa keaslian media tersebut.
Waspadai informasi yang memicu emosi: Hoaks sering kali dirancang untuk memanipulasi emosi pembaca. Jika suatu informasi terasa sangat emosional atau kontroversial, lebih baik berhenti sejenak dan melakukan penelitian lebih lanjut sebelum menyebarkannya.
Berbagi dengan tanggung jawab: Sebelum membagikan informasi, pastikan bahwa informasi tersebut telah diverifikasi dan dipahami secara akurat. Jangan menyebarkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau yang bisa merugikan orang lain.
Literasi hoaks adalah keterampilan yang sangat penting di era informasi digital saat ini. Dengan meningkatkan kemampuan literasi hoaks, kita dapat lebih bijaksana dalam mengonsumsi, menyebarkan, dan bereaksi terhadap informasi yang tersebar di media sosial dan platform online.(*)