Dongeng Sang Bangau dan Sang Kera
KORANSUMEKS.COM - Sang bangau punya kaki dan leher yang panjang. Sayapnya kuat dan lebar sehingga ia mampu terbang tinggi dan jauh. Makanan kesukaannya adalah kodok.
Selain itu ia suka belalang, ulat, dan bekicot. Sang bangau bersahabat dengan kera.
Sang bangau sering membantu mencari kutu sang kera. Jika bepergian jauh, sang bangau biasanya menerbangkan sang kera. Akan tetapi, sang kera yang licik dan khianat selalu ingin enaknya saja.
Pernah sang kera minta tolong sang bangau untuk menangkap ikan di sebuah kolam. Sementara sang bangau bekerja, sang kera makan sampai kenyang. Setelah selesai, sang bangau hanya mendapat bagian sedikit, karena sebagian telah disembunyikan terlebih dulu oleh sang kera. Baca juga : Tarif Tol Gratis, Lebaran Nanti Palembang ke Prabumulih Cuma Satu Jam Baca juga : Bocor ! Ini Kisi-Kisi Soal Seleksi Masuk PTN Atas perlakuan yang demikian, sang bangau sudah tentu sakit hati. Namun tidak sampai memutuskan hubungan. Mereka tampak rukun-rukun saja.
Sampai pada suatu hari sang kera ingin menipu sang bangau lagi. Sang kera ingin pergi ke Pulau Medang yang terkenal buah sawonya. Pada saat kelaparan melanda warga bangau, diajaklah sang bangau pergi ke Pulau Medang. Sang kera bercerita bahwa di Pulau Medang pasti terdapat kodok yang banyak, karena pulau itu tidak berpenghuni. Tanpa curiga sedikit pun, sang bangau tidak menolak tawaran sang kera.
Keduanya berangkat dengan penuh harapan memperoleh kehidupan yang layak di pulau seberang. “Bangau sahabatku,” kata sang kera. “Sesampai di Medang nanti saya akan membuat perahu dari tanah liat”. “Apakah kera sekarang sudah begitu pandai sehingga bisa membikin perahu?” tanya sang bangau dengan nada tak percaya.
Sang kera menyuruh bangau terbang lebih cepat. Namun, apa daya. bangau kecapaian, tidak mampu terbang lebih cepat lagi. Baca juga : Mau Anak Bangun Pagi? Cara Ini Sangat Penting untuk Dicoba Baca juga : Ada Bansos Rp2 Juta untuk Anak SMA, Syaratnya.. Apalagi sang kera terus-menerus mengajak bercakap-cakap sambil duduk enak di atas punggung sang bangau. Dengan sisa tenaga yang ada, akhirnya mereka sampai ke Pulau Medang.
Dengan napas terengah-engah sang bangau mendarat dengan selamat. Sementara sang bangau masih kelelahan setelah terbang dengan beban tubuh sang kera yang berat. Sang kera sudah berada di atas pohon sawo. Mulutnya mengunyah buah-buah sawo yang masak tanpa berhenti dan tertidur kekenyangan.
Kodok yang diperkirakan melimpah ruah tidak ada seekor pun. Terpaksa sang bangau hanya berbaring melepaskan lelah. Sesekali, ia menangkap kepiting kecil yang lewat di dekatnya. Namun, karena sang bangau tidak biasa makan kepiting, perutnya terasa agak mual.
Setelah sang kera bangun, berkatalah sang bangau, “Sang kera, Anda telah kenyang di sini. Makanan berlimpah. Kodok dan belalang yang Anda janjikan tidak ada di sini. Oleh karena itu, saya tidak mungkin tingggal di sini. Saya akan kembali ke kampung halamanku. Baca juga : Anda Muslim ? Pahami Posisi Tangan yang Benar Saat Takbir “Engkau bisa hidup tujuh turunan disini, besok saya akan pulang. Saya akan menceriterakan kepada warga kera tentang hutan sawo mu,”ucap Bangau.
“Kalau begitu baiklah. Mari terbangkan saya pulang ke kampung bersamamu,” ujar sang kera. “Maaf sang kera, sayapku belum begitu pulih untuk bisa terbang dengan beban tubuhmu. Jangankan terbang dengan sang kera. Terbang sendiri pun belum tentu kuat.” “Kalau begitu kita tunggu saja sampai Anda pulih kembali kekuatannya.” Sang bangau menjawab, “Mana mungkin aku harus menunggu. Apa yang harus saya makan? Apa saya harus mati kelaparan di sini sementara kamu punya buah sawo yang berlimpah? Baca juga : Inilah 10 Tempat Wisata Terbaik di Kota Palembang yang Ditetapkan jadi Kawasan Strategis Nasional
Saya kira kamu dapat pulang sendiri dengan perahu. Kamu dapat membuat perahu kan. ‘’Sang kera tertunduk malu. la ingat akan kebohongannya. Sebenarnya ia hanya punya sedikit keahlian membuat perahu. Namun, karena malunya kepada sang bangau, ia berkata, “Kalau begitu bantulah saya mencari tanah liat. Nanti saya yang menempanya. Singkat cerita, perahu itu sudah jadi. Mereka mendorong ke tengah lautan, dan berangkatlah mereka berdua. Sang kera naik perahu dengan perasaan takut sekali.
Sesekali, perahu itu diterjang ombak. Wajah sang kera menjadi pucat. Sebaliknya, sang bangau selalu bernyanyi: “Curcur humat, curcur hurnat, bila hancur saya selamat, bila hancur saya selamat.”
Tentu saja sang bangau dapat terbang jika perahu itu hancur diterpa ombak. Kemungkinan untuk hancur memang ada, karena perahu itu hanya dibuat dari tanah liat oleh kera yang tidak ahli.
Sementara itu, mereka telah berlayar jauh ke tengah lautan. Pulau Sumbawa sebagai kampung halamannya telah tampak dari kejauhan. Baca juga : Sulit Bangkit karena Duit Tiba-tiba badai bertiup dengan kencang. Hujan pun turun dengan lebat. Ombak lautan bergulung-gulung menerpa perahu mereka. Dalam waktu yang singkat, perahu itu pecah berantakan. Sang bangau segera terbang, sedangkan sang kera dengan susah payah mencoba berenang. Namun, tubuhnya yang kecil tidak mampu melawan derasnya arus dan besarnya gelombang lautan yang kian mengganas. Akhirnya, sang kera mati ditelan ombak lautan. Sementara bangau terbang dengan tenang menuju kampung halamannya. (*)