Harga Pupuk Non Subsidi Cekik Leher
+NPK Mutiara Tembus Rp1,2 Juta per Karung 50 Kg
SUMSEL – Tak semua petani di Sumsel masuk dalam kelompok tani (poktan). Jumlahnya tak sedikit. Mereka tak bisa mendapatkan alokasi pupuk subsidi. Alhasil, tergantung dengan pupuk yang dijual bebas di pasaran.
Persoalannya, harga jual pupuk non subsidi mencekik leher. Berkali-kali lipat dari pupuk subsidi. Hal ini jadi keluhan para petani di Sumsel Seperti NPK Mutiara per karung 50 kg dijual Rp900 ribu lebih. Untuk pupuk Sarpotan Rp900 ribu lebih/sak, Urea Rp450 ribu/sak, dan TSP Rp400 ribu.
Zainal, petani di Kabupaten Muratara menuturkan, harga pupuk saat ini semakin naik. Salah satu yang merasakan dampaknya, petani sawit. Saat ini tidak diperbolehkan lagi membeli pupuk subsidi. Baca juga : Alokasi Pupuk Bersubsidi Meningkat
"Di tempat kita banyak petani sawit. Mau tak mau harus beli pupuk non subsidi," tuturnya. Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Muratara, Ade Mairi mengungkapkan, kouta pupuk subsidi di kabupaten itu cukup banyak.
"Untuk urea koutanya 3.347 ton. Sedangkan untuk kouta NPK 2.075 ton," ungkapnya. Pihaknya mebenarkan jika adanya kenaikan harga pupuk yang saat ini marak dikeluhkan petani.
Para petani disarankan untuk menggunakan pupuk organik. "Seperti pupuk kandang itu bisa dijadikan salah satu solusi alternatif, untuk menghemat penggunaan pupuk non organik," tutupnya.
Untuk alokasi pupuk subsidi tahun ini belum disalurkan. Petani yang butuh terpaksa beli pupuk non subsidi. “Buat kantong jebol. Harga yang non subsidi di pasaran mencekik leher. NPK Mutiara yang karung Rp50 kg tembus Rp1 juta,” kata seorang petani di OKI. Baca juga : Tips-Membuat-Pupuk-Cair
Ujang, penjual pupuk di Pasar Kayuagung mengaku, saat ini untuk harga pupuk NPK Mutiara memang dijual Rp1 juta/karung isi 50 kg. Sebelumnya Rp800 ribu. "Sudah naik sejak dua bulan terakhir,"terangnya.
Sebenarnya NPK Mutiara ini banyak macamnya. Ada yang sampai harganya Rp1,2 juta. Tapi masih banyak yang beli harga Rp1 juta. Kepala Dinas Ketahanan Pangan Tanaman Pangan dan Holtikultura OKI, Ir Sahrul MSi mengatakan, kalau kuota pupuk subsidi untuk padi tidak dikurangi. Tapi pengurangan terjadi untuk perkebunan.
"Tidak semua petani yang tergabung dalam kelompok tani dan terdaftar RDKK semua kebutuhannya harus dipenuhi. Petani dibantu sekitar 30 persen dari kebutuhan. Kalau kurang, beli yang non subsidi,"bebernya.
Menurutnya, jumlah kelompok tani di OKI ada 4.700 pokan. Kalau dikalikan 20 orang saja per kelompok, total ada 80 ribuan petani. “Kalau memang tidak sanggup beli pupuk non subsidi mereka bisa beralih ke pupuk organik yang banyak dijual di pasar harganya lebih terjangkau,” jelasnya.
Sekarang di OKI sekitar lebih kurang 20 persen petani sudah menggunakan pupuk organik. Berasnya mahal tanah tidak retak dan keras. Di OKU, pupuk subsidi juga belum disalurkan hingga 10 Januari lalu. Baca juga : Empat Jenis Bansos yang Bisa Kamu Dapatkan Pada 2023 Baca juga : Ada Bansos Rp2 Juta untuk Anak SMA, Syaratnya..
Kasi Pupuk dan Pestisida Dinas Pertanian OKU, Syahroni, pada tahun ini, pupuk subsidi tidak lagi mengacu kepada RDKK. Tapi menggunakan e-alokasi. Kabid Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Dinas Pertanian OKU, Agus Paharyono SE mengatakan, pupuk yang dicabut subsidinya yakni ZA, SP 36, dan organik. Sedangkan yang masih diubsidi tinggal Urea dan NPK Phonska.
Disebut Agus, petani yang mengusahakan tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai serta tanaman holtikultura seperti bawang, serta tanaman kebun jenis kopi dan coklat (cacao), masih bisa mendapatkan pupuk subsidi.
Sedangkan petani perkebunan jenis karet dan sawit tidak lagi bisa mendapatkan pupuk subsidi. Padahal tanaman sawit dan karet ini juga butuh pupuk yang baik. Sedangkan jumlah petani kopi yang dapat alokasi pupuk subsidi di OKU juga tidak banyak. Baca juga : Bulat, Kades Sumsel Satu Suara
Untuk harga pupuk bersubsidi jenis pupuk urea Rp 2.250/kg atau sekitar Rp 112.500 (50 kg), pupuk NPK Rp 2.300/kg atau sekitar Rp 57.500 (25 kg), dan NPK khusus Rp 3.300/kg atau sekitar Rp 165.000 (50 kg).
Sedangkan harga pupuk non bersubsidi, seperti pupuk urea Rp 550.000 (50 kg). NPK (Phonska) Rp 350.000 (25/kg), dan pupuk NPK (mutiara) Rp 850.000 (50 kg). Salah satu petani sawit di Peninjauan, Sidi mengatakan, sejak tahun lalu sudah tidak lagi mendapatkan pupuk subsidi. “Terpaksa beli pupuk non subsidi. Harganya memang lebih mahal. Pengaruhi operasional," bebernya.
Kepala Dinas Pertanian Kota Prabumulih, Alfian melalui Kabid Prasarana Sarana Pertanian (PSP), Leknur Iskandar mengatakan, sistem pembayaran pupuk subsidi menggunakan kartu tani. Dilakukan langsung oleh per orang karena sudah terintegrasi dengan NIK induk alias KTP.
Hanya saja, Leknur mengaku di kota Prabumulih kuota pupuk subsidi sangatlah sedikit. Dia mengatakan kuota pupuk subsidi 2023 untuk Prabumulih yakni 22,11 ton urea/tahun dan 20,46 ton/tahun untuk NPK bersubsidi.
Madi, petani di Ogan Ilir mengaku tidak pernah memakai pupuk subsidi karena sulit mendapatkannya. "Pupuk subsidi kita tidak pernah pakai, sulit kita dapatnya. Kita harus nunggu, dapatnya lama dan dibatasi. Kita harus nyusun e-RDKK dulu segala macam, terus ke pengecer, menunggu validasi dan penginputan data," ungkapnya. Baca juga : Bukan karena Janda atau Kembang Desa, Ini Alasan Suami Bisa Selingkuh
Kepala dinas pertanian Ogan Ilir, Abi bakrin Sidik mengatakan, tahun ini ada sekitar 4.000 petani di Ogan Ilir yang telah mendapatkan kartu tani sebagai syarat mendapatkan pupuk bersubsidi. "Kuotanya 1 orang petani yang mengelola lahan 2 hektar, mendapatkan jatah 150 kg pupuk urea dan 100 kg NPK per musim tanam," jelasnya.
Jumlah kelompok tani aktif di Ogan Ilir berkisar 1.000 poktan. Jika di rata-ratakan dengan jumlah anggota minimal 25 orang, maka ada sekitar 25.000 orang petani yang tercatat di Ogan Ilir. salah satu kendala yang dialami petani yang belum mendapatkan pupuk subsidi adalah karena proses penginputan data.
Candra, petani Desa Madang, Kecamatan Sumber Harta, Kabupaten Musi Rawas mengaku belum ada kenaikan harga pupuk subsidi. Namun pupuk non subsidi harganya naik berlipat-lipat. NPK Mutiara Rp 950 ribu/sak, jenis Ponska mapun urea sekarang Rp 600 ribu per sak. Baca juga : Sulit Bangkit karena Duit
Dia menjelaslan pembelian pupuk subsidi melalui kelompok tani ke agen yang ditunjuk yang ada di desa. "Boleh beli 2 sak per periode. Kalau kurang terpaksa beli non subsidi," katanya. Dia berharap harga pupuk ini jangan sampai naik lagi. "Harga yang sekarang saja sudah mahal. Ditambah pupuk subsidi dibatasi," pungkasnya.
Direktur Utama Pusri Tri Wahyudi Saleh mengatakan bahwa menjaga ketersediaan pupuk non subsidi dan produk inovatif ditingkat distributor/pengecer sebagai pendamping pupuk bersubsidi, merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian yang sejalan dengan program pemerintah, dalam meningkatkan ketahanan pangan. Baca juga : Bantai Korban Live di Medsos
“Program ini adalah bentuk komitmen kami dalam meningkatkan pelayanan kepada petani yang ke depannya kami harap dapat meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani melalui jaringan mitra distributor,” pungkasnya. (zul/uni/bis/chy/dik/lid)