https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Importir Berharap Bea Masuk Dihapus

Untuk Mendukung Populasi Mobil Listrik

PALEMBANG - Harga mobil listrik impor di Indonesia jauh lebih mahal dibanding Malaysia, salah satunya mobil merek Tesla. Hal ini disebabkan karena pajak yang dikenakan di Tanah Air mencapai 100 persen untuk setiap unit yang dikirimkan. Presiden Direktur Prestige Image Motocars, Rudy Salim berharap pemerintah bisa menghapus Bea Masuk untuk setiap unit mobil listrik yang dijual di Tanah Air. Penghapusan itu diharapkan agar populasi mobil listrik di Indonesia bisa meningkat. Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan populasi mobil listrik di Indonesia dan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 mendatang. "Pemerintah bisa bantu dengan penghilangan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atau bea masuk, untuk meningkatkan populasi mobil listrik di Indonesia," kata Rudy Salim. Dia menjelaskan ketika Tesla masuk Indonesia dikenakan pajak mencapai 100 persen. Adapun komponen pajak yang dikenakan, meliputi Bea Masuk 50 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) sebesar 15 persen. Lalu, Pajak Penghasilan (PPH) 10 persen, dan PPN dari PPNBM sebesar 11 persen. Lalu dikenakan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) untuk menjadi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Khusus untuk bea masuk, Rudy menyebut akan dikenakan 50 persen dari harga unit. Misalnya saja mobil Tesla model Y dijual Rp2,4 miliar di Indonesia, maka harga sebenarnya tanpa pajak Rp1,2 miliar. Dengan begitu, bea masuk yang harus dibayarkan untuk setiap unit sebesar Rp600 juta atau 50 persen dari harga sebenarnya.
"Maka secara total sekitar 100 persen biaya (pajak) yang dikenakan untuk import sebuah Tesla di Indonesia sampai on the road," jelasnya.
Di sisi lain, untuk mendorong meningkatnya populasi kendaraan listrik di Indonesia. Pemerintah telah mengucurkan insentif, mulai dari pembelian motor listrik, konversi listrik, dan juga pembelian mobil listrik. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam PMK Nomor 38/2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023 (PMK PPN DTP Kendaraan Listrik). Khusus mobil listrik, pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Insentif PPN DTP berlaku untuk tahun anggaran 2023 dengan mulai berlaku masa pajak April 2023 hingga masa pajak Desember 2023. Insentif PPN DTP akan diberikan terhadap mobil listrik dan bus listrik dengan kriteria nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) lebih besar atau sama dengan 40 persen (TKDN ≥ 40 persen). Ini akan diberikan PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 10 persen sehingga PPN yang harus dibayar tinggal satu persen. Pemberian insentif mobil listrik sendiri saat ini baru menyasar dua model, yakni Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air EV, karena dua merek ini saja yang memenuhi syarat yakni 40 persen TKDN. Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Kemenperin, Taufiek Bawazier mengharapkan insentif ini dapat meningkatkan minat masyarakat untuk membeli kendaraan listrik.
“Pemerintah berharap minat masyarakat membeli kendaraan listrik meningkat dan mendukung penciptaan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air. Tahap awal diperkirakan 35.862 unit mobil listrik dan 138 unit bus listrik pada tahun 2023,” ujar Taufiek. (fad)
 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan