https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Lestarikan Pusaka Leluhur, Its Lifestyle

*Pisahkan Nilai Seni dengan Klenik dan Mistik

PALEMBANG -  Mengulik budaya Kota Palembang dan Sumsel khususnya, seolah tak pernah habis. Salah satunya senjata tradisional. Ada terpajang sekitar 287 senjata tradisional Nusantara pada Pemeran Nasional Senjata Tradisional Nusantara di Museum Negeri Sumsel. Dari Aceh sampai Papua. Terlihat hampir sebagian daerah, memajak koleksi kerisnya. Termasuk keris Palembang. Namun gaung keris Palembang, ’tertutup’ pamornya oleh keris Jawa ataupun Melayu. Padahal keris Palembang, tidak kalah cantiknya. Mulai dari berhulu (gagang) emas, perak, gading. Hingga bilahnya berlapis emas. Kolektor keris ternama di Kota Palembang, Fajar Setia, turut memajang koleksi senjata pusakanya. Mulai dari keris Palembang, pedang Palembang, dan badik. BACA JUGA : Libatkan Perajin, Bangkitkan UMKM  “Kalau senjata ‘kan memang tiga itu, keris, pedang, dan badik,” terang Fajar, ditemui di lokasi pameran. Pensiunan PT KAI itu sendiri, sudah sejak 12-13 tahun lalu mengoleksi senjata pusaka Palembang.
“Sekarang tidak banyak lagi, paling tinggal 100-200 bilah lagi. Sudah banyak berkurang (oleh aktivitas jual beli sesama kolektor),” terangnya.
Dia menyebut, koleksi kerisnya ada yang jenis keris cengkrong, lurus, luk  (bagian berkelok dari bilah keris) 1, luk 3, luk 5, luk 9, luk 11, luk 13, luk 15. “Luk 7 saya yang sudah tidak ada,” akunya. Meski banyak mengoleksi keris Palembang, namun dia juga memiliki keris Jawa, Riau, dan lainnya. “Mengapa banyak keris Palembang, karna saya ‘kan orang Palembang, orang Sumsel. Jadi bagaimana harus menyelamatkan barang pusaka daerah sendiri,” tegasnya. Untuk koleksi pedang Palembang miliknya, ada yang berhulu (gagang) perak, emas. Kemudian bilah lapis emas. Badik pun begitu, ada badik hulu perak, gading.  “Bilahnya ada yang ornamen emas,” tambahnya. Dia mendapatkan koleksi-koleksi senjata pusaka itu, dari kumpul-kumpul komunitas. Kalau ada yang menawari dan senang, begitu harganya cocok lalu dimahari atau dibeli. “Kalau koleksi kita ada orang lain (kolektor lain) yang lebih senang, apa salahnya jual,” tuturnya. Sebab menurutnya, tidak bisa mempertahankan pusaka itu sendirian. Harus ada kolektor-kolektor lokal lain, yang menghambat laju pusaka itu ke luar negeri. ”Kalau sudah ke luar lagi, tidak balik lagi,” ujarnya menyayangkan. Sedangkan jika beredar sesama kolektor Indonesia, seperti jual ke orang Surabaya, Bandung, Makassar, masih bisa balik lagi.
“Mutar ke anak cucu kita itulah nantinya. Artinya tetap terjaga, lestari. Justru yang sekarang ini diharapkan, pusaka itu menyebar di seluruh daerah,” paparnya.
Misalkan, sambung Fajar, setiap orang minimal punya 1 pusaka. Dengan begitu bisa awet, warisan leluhur terjaga. “Jadi tugas kita sekarang, bagaimana banyak yang senang dengan pusaka daerah sendiri,” harapnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan