Mbah Kerto Berhaji dari Hasil Bertani
*JCH Tertua, Usia 105 Tahun, Ingin Bertemu Gubernur
Salah seorang JCH asal OKU Timur yang kemarin masuk asrama haji dan akan berangkat ke Tanah Suci hari ini adalah Kerto Yitno.
Mbah Kerto panggilannya. Dia jemaah tertua Sumsel. Usianya 105 tahun.
Kakek yang telah memiliki 18 cicit ini mengaku bersyukur akhirnya tahun ini bisa berangkat. Dia berharap terus diberikan kesehatan selama menjalankan ibadah haji.
Mulai dari keberangkatan, di Tanah Suci hingga pulang ke Tanah Air.
Mbah Kerto, mengaku kunci sehatnya di usia senja adalah bertani. “Ya bertani, mengeluarkan keringat di bawah terik matahari. Sehat terus,” katanya.
Tampak Mbah Kerto mengenakan peci haji yang akan kebesaran. Hampir menutupi matanya. BACA JUGA : Anak Pemalu, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua
Pria kelahiran Yogyakarta, 2 Januari 1918 silam ini tinggal di Desa Berasan Jaya, Kecamatan Buay Madang Timur, OKU Timur. Serumah dengan anak bungsunya.
Sang istri, Tuminah yang sama-sama dari Yogyakarta sudah lebih dulu berpulang. BACA JUGA : Hb Rendah, Seorang JCH Dipantau
Menghadap Sang Khalik pada 1986. Kurang lebih 33 tahun setelah mereka menetap di sana.
Dia punya lima anak. Tiga putra dan dua putri. Anak tertuanya, kini sudah berusia 70 tahun.
Namanya Ngadiem. Perempuan. Anaknya nomor dua Ponijo usia 60. Sedangkan anaknya nomor tiganya, Sati (58), nomor empat Subarjo (52), dan bungsu, Istiono (48) belum berhaji.
Mbak Kerto akhirnya menetap di OKU Timur setelah ikut program transmigrasi tahun 1953. Saat itu usianya 35 tahun.
Meski sudah 70 tahun menetap di Sumsel, Mbah Kerto lebih fasih ngobrol menggunakan bahasa Jawa daripada bahasa Indonesia.
Di usia senja, pendengarannya sudah banyak berkurang. Harus bicara dekat telinganya baru dia mendengar yang diobrolkan.