Duga Ada Korban Lain, Ponpes Belum Berizin
KAYUAGUNG - Pengacara dari korban pencabulan ber-inisial B, oleh oknum penjaga dan tenaga pengajar sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten OKI, Ahmad Mansur (38), mendatangi Polres OKI, Senin (22/5).
Mereka meminta polisi mengusut tuntas karena diduga masih ada korban lainnya. Aulia Aziz Al Haqqi SH dan Miftahul Huda SH dari Advocate and Legal Consultant Prasaja Law Firm,
mendapati korban dari pelaku cabul itu bukan hanya kliennya. “Saat ini ada dua (korban) yang melapor, B dan Z. Tapi informasinya ada banyak lagi,” bebernya kepada awak media, kemarin.
Bahkan mereka membuat posko pengaduan di SP Padang dan Tegal Binangun. Untuk menampung informasi, dari pihak korban lainnya. Karena patut dicurigai sudah berlangsung lama. “Klien kami saja (B) susah dicabuli sejak 25 Januari 2023, sebanyak 25 kali. Mentalnya jadi terganggu, perlu pendampingan khusus psikolog. Karena tidak mau lagi sekolah,” sesalnya. BACA JUGA :Merasa Terancam, Rombongan Ustaz Tinggalkan Ponpes dan Mengadu ke Polda Sumsel Dia juga minta Kemenag Sumsel maupun OKI, uuntuk mengecek apakah ponpes tersebut memiliki izin operasional atau tidak. “Kalau tidak ada izin, harus ditutup. Karena berbahaya,” cetusnya. Selain dari pengacara korban, pihak dari perwakilan Kemensos RI juga dipanggil penyidik Unit PPA Satreskrim Polres OKI.Karena itu pihaknya akan menggandeng Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan instansi terkait, untuk mendorong pihak kepolisian mengusut tuntas sampai benar selesai. “Kalau tidak diselamatkan, timbul penyakit nasib masa depan para korban,” tukasnya.
Umar Khairudin, dari Pekerja Sosial Kementerian Sosial RI, mengatakan, pihaknya sudah mendatangi rumah korban B. Memberikan layanan psikososial, melakukan kontak awal dengan korban. “Melihat, mengobservasi keluarganya. Terutama ibunya yang terpukul, kecewa. Kami lakukan terapi, perlu relaksasi dan bisa logis menghadapi masa sulit ini,” jelasnya. Pihaknya menawarkan pendampingan sosial, berupa pemulihan keberfungsian keluarga agar pengalaman traumatik bisa ditekan. Karena efeknya sangat menyakitkan, dan butuh waktu lama. “Kami juga akan melakukan edukasi dengan santri lain. Karena melihat pola asuh di ponpes itu lemah, pengawasannya lemah,” ulasnya.Terpisah, Kepala Seksi Pondok Pesantren Kemenag OKI, Efin Gustrizali MPd, menyayangkan jika benar masih ada tindak pidana yang terjadi di ponpes wilayah OKI. “Nanti saya koordinasikan dulu dengan Kakan Kemenag OKI. Yang jelas akan menjadi perhatian Kemenag OKI, dan memang ponpes itu belum ada izin,” ungkapnya. (uni/air)