Sumatera Ekspres | Baca Koran Sumeks Online | Koran Sumeks Hari ini | SUMATERAEKSPRES.ID - SUMATERAEKSPRES.ID Koran Sumeks Hari ini - Berita Terhangat - Berita Terbaru - Berita Online - Koran Sumatera Ekspres

https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Mitsubishi baru

Ketika Uang Menjadi Emisi: Memahami “Financed Emission” di Balik Dunia Keuangan

Inten Meutia, Dosen Fakultas Ekonomi UNSRI, Direktur Center for Sustainability Literacy -FOTO: IST-

SUMATERAEKSPRES.ID - Pernahkah Anda berpikir bahwa bank, asuransi, atau lembaga investasi juga bisa “menghasilkan” emisi karbon, bahkan tanpa memiliki pabrik atau membakar bahan bakar fosil?

Fenomena inilah yang kini dikenal dengan istilah financed emission, emisi gas rumah kaca yang diatribusikan pada lembaga keuangan akibat kegiatan pembiayaan dan investasinya kepada sektor-sektor yang menghasilkan emisi tinggi.

BACA JUGA:Bahan Bakar Ramah Lingkungan, Pangkas Emisi Karbon, Minyak Jelantah Jadi Bahan Baku Bahan Bakar Pesawat

BACA JUGA:PGN Terus Turunkan Emisi Karbon, Capai 24.861 Ton CO ze, Langkah Nyata Menuju Energi Bersih Nasional

Uang yang Membakar Bumi

Secara sederhana, setiap rupiah atau dolar yang dipinjamkan bank kepada industri batu bara, minyak, atau semen, sebenarnya turut menyumbang pada meningkatnya emisi karbon global.

Meskipun lembaga keuangan itu sendiri tidak memproduksi CO₂ secara langsung, uang yang mereka salurkan menjadi “bahan bakar” bagi aktivitas ekonomi yang berpotensi merusak iklim.

Dalam laporan Net Zero Banking Alliance (NZBA), diperkirakan lebih dari 70% jejak karbon lembaga keuangan berasal dari portofolio pembiayaannya, bukan dari kantor atau operasionalnya sendiri.

Artinya, sektor keuangan memegang peran besar — sekaligus tanggung jawab moral — dalam menentukan arah transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Mengapa Financed Emission Penting?

Selama ini, kebijakan pengurangan emisi lebih sering menyasar sektor energi, transportasi, dan industri berat. Namun, tanpa mengubah arah pembiayaan, upaya itu seperti menimba air di kapal bocor.

Uang yang mengalir ke sektor kotor akan terus memperkuat ketergantungan pada ekonomi karbon. Inilah sebabnya mengapa lembaga keuangan dunia,  termasuk bank-bank besar di Asia dan Indonesia, mulai diwajibkan untuk mengukur dan melaporkan financed emission mereka.

Standar internasional seperti Partnership for Carbon Accounting Financials (PCAF) telah mengembangkan metodologi untuk menghitung seberapa besar emisi yang “ditanggung” oleh lembaga keuangan dari aktivitas kliennya.

Data Global dan Indonesia: Realitas yang Mengejutkan

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan