Saat Teknologi Turun ke Kolam: Mengubah Keraguan Jadi Keberanian
Dr. Nyayu Latifah Husni. Dosen, Peneliti dan Pengabdi, Politeknik Negeri Sriwijaya--
SUMATERAEKSPRES.ID - Di Sumatera Selatan, ikan gabus bukan sekadar sumber pangan. Ia adalah bagian dari identitas, mengalir dalam kuah pindang, terselip dalam pempek pistel, dan menjadi kebanggaan banyak keluarga.
Namun sayangnya, hari ini gabus makin sulit ditemukan. Harga melambung, suplai tak menentu. Sementara budidayanya? Masih enggan dilakukan.
BACA JUGA:Puluhan Peserta Antusias Ikuti Workshop Budidaya Ikan Gabus Berbasis Teknologi di Palembang
Bukan karena petani dan UMKM tidak tertarik. Tapi karena mereka tahu betul bahwa budidaya ikan gabus itu penuh risiko. Gagal panen bisa terjadi hanya karena suhu air berubah.
Pemijahan tidak mudah. Banyak yang sudah mencoba dan mundur karena trauma rugi. Maka muncullah ketakutan “lebih baik tidak usah mencoba daripada salah langkah.”
Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi dasar lahirnya berbagai inovasi yang berpijak pada kebutuhan nyata di masyarakat.
Dalam menjawab tantangan budidaya ikan gabus yang kerap gagal di tahap awal, dikembangkan sejumlah teknologi pendukung.
Salah satunya adalah Channa Sense, sistem yang membantu memantau dan mengendalikan kualitas air, serta mendukung proses pemijahan.
Teknologi ini tidak lahir di ruang kosong, melainkan melalui pendidikan, riset terapan, dan pengabdian yang menyatu dalam satu gerakan membumikan inovasi.
Channa Sense hanya satu dari banyak teknologi yang hadirkan dalam ekosistem inovasi budidaya. Bersama mitra lapangan Kandang Om Bobby, Dinas Tenaga Kerja Kota Palembang, dan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumsel, Politeknik Negeri Sriwijaya tidak hanya menawarkan alat, tetapi juga pelatihan langsung, diskusi terbuka, dan akses terhadap informasi pembiayaan.
Dari kegiatan pelatihan dan survei yang telah dilakukan oleh tim Berdikari Polsri, suara masyarakat sangat jelas:
90% peserta yakin teknologi bisa membantu budidaya gabus,
92% menginginkan pelatihan lanjutan,
