Sumatera Ekspres | Baca Koran Sumeks Online | Koran Sumeks Hari ini | SUMATERAEKSPRES.ID - SUMATERAEKSPRES.ID Koran Sumeks Hari ini - Berita Terhangat - Berita Terbaru - Berita Online - Koran Sumatera Ekspres

https://sumateraekspres.bacakoran.co/

Mitsubishi baru

Pancasila di Era Disrupsi Antara Nostalgia dan Aksi Nyata

Muhammad Isnaini, Pengamat Pendidikan dan Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah--

SUMATERAEKSPRES.ID - Hari ini, 1 Juni, kita memperingati Hari Lahir Pancasila, sebuah momentum bersejarah yang menjadi fondasi ideologi bangsa Indonesia.

Tahun ini, peringatan Hari Lahir Pancasila mengusung tema 'Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya', sebagai pengingat pentingnya menjaga dan menguatkan nilai-nilai Pancasila dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang adil, makmur, dan berdaulat. 

BACA JUGA:Dialog Kebhinekaan di Malang: Meneguhkan Peran Pemuda Muhammadiyah dalam Menjaga Ideologi Pancasila

BACA JUGA:Kevin Lilliana, Peran BPIP dalam Menyebarkan Nilai Pancasila untuk Generasi Muda Sangat Vital

Di tengah riuh rendah dunia yang kian terfragmentasi—dari perang algoritma di media sosial hingga krisis iklim yang menggerus rasa kemanusiaan—Pancasila sering kali hadir sebagai simbol yang bisu.

Data Indonesian National Resilience Institute (2023) menunjukkan, 67% generasi muda menganggap Pancasila “kurang relevan” dengan masalah mereka sehari-hari, sementara survei LSI menemukan bahwa intoleransi meningkat 12% sejak 2019, terutama di kalangan usia 18-25 tahun. 

Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan bukti bahwa jantung ideologi bangsa kita sedang terancam.

Di tengah gempuran disrupsi teknologi dan krisis multidimensi, Pancasila justru terjebak dalam kubangan hipokrisi elite politik yang gemar mengutipnya tanpa pernah benar-benar menghayatinya.

Kita hidup di era di mana nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil beradab tergerus oleh viralnya konten kebencian.

Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, ada 32.000 laporan hoaks sepanjang 2024, dengan 41% berbasis SARA.

Sementara itu, Sila Persatuan Indonesia dikoyak oleh politik identitas yang mengubah Pemilu 2024 menjadi ajang “perang suku digital”.

Padahal, penelitian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) membuktikan, daerah dengan tingkat polarisasi politik tinggi mengalami penurunan investasi hingga 15%.

Di sini, Pancasila seharusnya berfungsi sebagai “antibodi”, tetapi kita justru membiarkannya menjadi mantra usang yang dibacakan tanpa imunitas.

Di sektor ekonomi, janji Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia masih jauh dari realitas. Data Oxfam (2024) mengungkap, 1% orang terkaya menguasai 47% aset nasional, sementara 25 juta pekerja terjerat upah di bawah UMR.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan