Sistem Pilkada Berpeluang Direvisi, Mendagri Minta Masukan Akademisi
Tito Karnavian -FOTO: IST-
JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengajak akademisi berperan aktif mengevaluasi sistem Pilkada, maupun pemilu secara umum di Indonesia.
‘’Meskipun sebagian besar daerah telah melaksanakan Pilkada 2024, namun masih banyak Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang mengganggu kelancaran tata kelola pemerintahan daerah,’’ ujar Mendagri saat menghadiri Pelantikan Pengurus dan Halalbihalal Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Islam Indonesia (UII) 2025 Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IKA UII, di Hotel Bidakara, Jakarta.
Karenanya, dia berharap partisipasi akademisi dalam menyusun kajian untuk perbaikan sistem Pilkada di masa depan. ‘’Tentunya ini akan bisa menjadi kajian untuk perbaikan sistem Pilkada di masa depan. Selain itu, bisa menjadi masukan buat kami pemerintah, dan juga kepada DPR sebagai pembuat undang-undang, karena kemungkinan bisa merevisi undang-undang tentang Pilkada,” katanya.
Mendagri menegaskan, Pilkada langsung memiliki kelebihan sebagai bentuk nyata dari demokrasi. ‘’Melalui Pilkada, masyarakat bisa langsung memilih pemimpin, dan Pilkada memberikan legitimasi kuat kepada kepala daerah yang terpilih,’’ katanya.
BACA JUGA:PSU Pilkada Empat Lawang Tuntas, Tokoh Agama Kompak Serukan Jaga Kedamaian dan Persatuan Warga!
BACA JUGA:PSU Pilkada Empat Lawang Rampung, Tokoh Lintas Elemen Serukan Perdamaian
Selama masa kampanye, calon kepala daerah biasanya akan turun langsung ke masyarakat, membangun popularitas dan elektabilitas. Ini membuka peluang bagi siapa pun, dari latar belakang apa pun, untuk ikut serta. ‘’Semua orang boleh ikut dalam pemilihan, dan kita bisa menemukan pemimpin-pemimpin yang mungkin tidak dapat kesempatan kalau dilaksanakan penunjukan,” ungkapnya.
Meski demikian, Mendagri juga mengakui, Pilkada langsung memiliki tantangan, terutama dari sisi biaya politik yang tinggi. Karena itu, dia menekankan perlunya evaluasi dan pembenahan sistem agar demokrasi tetap berjalan sehat tanpa mengabaikan akuntabilitas. ‘’Apa pun juga punya potensi konflik, yang kalau tidak bisa di-manage bisa menjadi violent, kekerasan. Violent conflict, konflik kekerasan,” pungkasnya.
