MEMBELI emas perhiasan sebenarnya bukan semata-mata untuk keperluan konsumtif, misalnya digunakan saat berlebaran, tapi ada unsur investasi di sana. Emas nyatanya merupakan sarana investasi yang likuid (mudah dicairkan), mudah didapatkan, tak terpengaruh inflasi, dan nilainya terus meningkat.
Pada tahun 1995, harga emas masih di level Rp25 ribu per gram. Kemudian sebelum pandemi, tepatnya 13 Februari 2020 sudah dijual Rp774.000 per gram. Harga pun langsung melejit berselang 2 bulan, setelah diumumkan pandemi Covid-19 menjadi bencana nasional, sebesar Rp1 juta-an per gram. Trennya menanjak hingga sekarang ini.Pengamat Ekonomi Sumsel dari Universitas Tridinanti Palembang, Prof Sulbahri Madjir menjelaskan menabung atau berinvestasi emas sangat menguntungkan bagi semua orang. “Karena sewaktu-waktu, ketika butuh uang mendadak untuk biaya anak sekolah atau modal bisnis, emas mudah dijual atau digadaikan. Nilainya juga terus meningkat setiap tahun dan tidak tergilas inflasi. Berbeda menyimpan uang, nilainya semakin menurun sementara harga barang terus melambung,” ujarnya.
Selain itu, investasinya bisa skala kecil dan dijangkau semua lapisan masyarakat. Kalau investasi rumah atau tanah butuh uang banyak, itu pun jangka panjang dan menjualnya tak mudah. “Sekarang membeli emas juga tak lagi harus seperti dulu, beli per suku-an. Kini bisa beli logam mulia yang kecil-kecil, pe-graman mulai 0,05 gram Rp50 ribu. Ini memudahkan kita berinvestasi emas,” ungkapnya.Menariknya, emas kecil-kecil itu pun bisa langsung dicairkan menjadi uang, baik dijual maupun lewat skema gadai. “Emas tak hanya untuk kebutuhan fashion atau gaya hidup masyarakat sekarang ini, tapi menjadi sarana investasi menguntungkan dari waktu ke waktu. Emas tak dipakai, nilainya tetap tinggi bahkan cenderung naik. Berbeda dengan menyimpan barang yang nilainya susut,” pungkasnya. (fad)
Kategori :