
Pertemuan berlangsung di Brassery Demang Lebar Daun, di mana Lutfi hadir bersama dua rekannya.
BACA JUGA:Kasus Korupsi Perkebunan Sawit, Penyidik Kejati Sumsel Periksa Kadisnakertrans Musi Rawas
BACA JUGA:Pemkot Prabumulih Tangani Masalah Sampah dengan Penambahan TPS dan Kontainer
Namun, situasi menjadi tidak kondusif ketika Sri Meilina merasa tidak dihargai.
"Saat saya berbicara, mereka menunjukkan sikap seolah meremehkan saya. Saya ini sudah 52 tahun, tapi mereka seperti tidak menghormati saya sebagai orang yang lebih tua," ujarnya.
Emosi Memuncak, Penganiayaan Terjadi
Saat pertemuan berlangsung, terdakwa Fadilla alias Datuk, yang merupakan sopir pribadi Sri Meilina, melihat bagaimana Lutfi dan rekannya memperlakukan atasannya. Hal ini memicu emosi Datuk.
"Saya kaget ketika Datuk tiba-tiba emosi dan memukul Lutfi. Saya tidak pernah menyuruhnya melakukan itu," tegas Sri Meilina.
Dari fakta persidangan, terungkap bahwa Fadilla tersulut emosi karena Lutfi bersikap diam, yang dianggapnya sebagai tanda tidak menghormati Sri Meilina.
Sikap Lutfi yang pasif, ditambah dengan nada tinggi dari rekan-rekannya dan gestur menunjuk-nunjuk, semakin menyulut kemarahan Fadilla.
"Saat itu Lutfi hanya diam dan membiarkan ibu saya berbicara sendiri. Melihat itu, Datuk mendorong bahu Lutfi sebelum akhirnya terjadi pemukulan," ungkap Lady.
Pembelaan Pihak Terdakwa
Dalam persidangan, pihak terdakwa menegaskan bahwa Sri Meilina tidak pernah memerintahkan Fadilla untuk melakukan kekerasan.
Fadilla mengaku bertindak spontan karena merasa Lutfi tidak sopan dan kurang menghormati orang yang lebih tua.
Sidang akan berlanjut dengan menghadirkan saksi-saksi lain untuk menggali lebih dalam kronologi insiden tersebut.