PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Dampak negatif aktivitas tambang batu bara di Lahat, bukan hanya lingkungan, ekonomsi, sosial, kesehatan, dan lainnya. Tapi juga berimplikasi hukum. Dimana saat ini masih proses persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang Kelas IA Khusus.
Permasalahan terkait pertambangan, pemerintah daerah selalu mendalihkan pemerintah pusat selaku yang berwenang memberikan izin. Namun yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Sumsel, dan sekarang duduk sebagai terdakwa, justru oknum pejabat daerah.
Sebagaimana diketahui, Kejati Sumsel menyidik kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan tambang dan izin pertambangan batu bara di PT Andalas Bara Sejahtera (ABS) pada 2010-2014 di Kabupaten Lahat. Jumlah kerugian negara tidak main-main, sebesar Rp488.948.696.131,56.
Dalam rilis kasusnya Selasa 8 Oktober 2024 lalu, Kajati Sumsel Dr Yulianto SH MH, menyebut jumlah kerugian negara itu didapatnya langsung hasil audit dari BPK RI. "Hasil audit tersebut diserahkan langsung oleh Wakil Ketua BPK RI, Bapak Dr Ir Hendra Susanto ST MEng MH," kata Yulianto.
Ada 6 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, mereka kemudian mulai ditahan sejak 11 Oktober 2024. Yakni, Misri selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat Periode 2010-2015.
BACA JUGA:Perangi Korupsi Pejabat Publik, Sidang Perdana Kasus Korupsi Inspektorat Lahat
Kemudian 2 anak buahnya, Saifullah Aprianto serta Lepy Desmianti, masing-masing menjabat Kepala Seksi di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat periode 2010-2015. Tiga tersangka lainnya, dari pihak swasta atau petinggi PT Andalas Bara Sejahtera (ABS).
Yakni, Endre Saifoel, Gunadi, dan Budiman. Namun struktur kepengurusan perusahaan selalu berubah. Seperti pada tahun 2010-2013, Endre Saifoel selaku Komisaris Utama/Komisaris/Direktur Utama/Direktur. Budiman selaku Direktur Utama/Komisaris/Direktur. Gusnadi selaku Direktur/Direktur Utama.
Terungkap dalam persidangan, PT ABS disebut melakukan penambangan batu bara ilegal di lokasi IUP PT Bukit Asam (persero), seluas lebih kurang 9,8 hektare di Kabupaten Lahat, tanpa direklamasi kembali.
Para terdakwa diduga telah dengan sengaja melakukan kegiatan penambangan di luar Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) miliknya, dan masuk ke dalam wilayah milik PTBA (persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
BACA JUGA:Empat Terdakwa Korupsi Divonis Berbeda, Kasus Jargas PT SP2J, Divonis 1 Tahun hingga 3 Tahun
Modusnya, para terdakwa terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan milik warga desa sekitar, yang masuk dalam wilayah IUP OP PTBA. Dilakukan oleh petinggi PT ABS. Kemudian 3 oknum ASN pimpinan Distamben Lahat, diduga dengan sengaja melakukan pembiaran.
Atau dengan kata lain, 3 oknum ASN tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam bidang pengawasan pertambangan umum di PT ABS. Akibat perbuatan ke-6 terdakwa, menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, dan kerugian negara atau kerugian perekonomian negara, dari tahun 2010 sampai 2014.