Dari Medan ke Aceh, kami terpaksa jalur darat. Merental mobil, dengan harga yang semaunya ditetapkan pemilik rental. Rp1-1,5 juta per hari. Apesnya, sopir truk pembawa bantuan belum pernah ke Banda Aceh. Baru sebatas Sigli, Kabupaten Pidie. Masih sekitar 4 jam perjalanan lagi, dari Pidie ke Banda Aceh.
Kebetulan waktu itu, Kantor DPW PKS Sumatera Utara (Sumut), jadi posko relawan. Dibantulah kami 2 relawan PKS asal Aceh, Sukardi dan Syafnir. Sebagai pemandu jalan, sekalian mereka pulang kampung mencari keluarganya yang juga hilang disapu tsunami.
Kondisi Aceh belum sepenuhnya aman kala itu. Masih ada separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Mobil Kijang yang kami rental, dipasang stiker PKS di depan, samping, hingga belakang. Untuk meloloskan cegatan GAM di kawasan hutan dan perbatasan.
Kami mengiring 2 truk box fuso PT Pos Indonesia, pembawa bantuan pembaca Harian Sumatera Ekspres. Di perbatasan Sumut-Aceh, pemeriksaan oleh TNI di Tugu Selamat Datang Aceh. Beruntungnya kami, perwira di pos perbatasan itu orang Palembang. Kapten Inf Mujahidin, bertugas di Korem Lhokseumawe.
"Nak ke mano kamu? Mampir dulu, kagek di depan ado pemeriksaan oleh Polisi Militer (POM). Nurut baelah, kalo disuruhnyo turun yo turun. Pokoknyo ati-ati bae kamu di jalan. Kalo ado apo-apo hubungi aku," kata Kapten Inf Mujahidin, sambil memberikan nomor ponselnya.
BACA JUGA:Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh: Mengingat Tragedi dan Melihat Kondisi Terkini
BACA JUGA:Mengenang Tragedi Tsunami Aceh: 2 Masjid Berdiri Kokoh jadi Saksi Bisu Ganasnya Ombak Tsunami
Benar saja, sekitar 50 meter setelah Tugu Selamat Datang Aceh, kami bertemu Pos Satgas POM TNI. Jalani pemeriksaan lagi. Seisi mobil digeledah, identitas kami diperiksa. Mengetahui kami dari pers daan membawa bantuan, perjalanan kami berlanjut.
Hari menjelang magrib, kami masih berjalan dengan sisi kiri kanan perkebunan kelapa sawit, perbukitan, persawahan. Sekitar pukul 20.00 WIB, tiba di Kota Langsa. Awak truk tidak berani melanjutkan perjalanan malam menuju Lhokseumawe.
"Takut dihadang GAM. Terutama, di daerah Peureulak (Kabupaten Aceh Timur). Basisnya GAM, teman kami sopir PT Pos dulu pernah disandera. Baru dibebaskan setelah ditebus uang jutaan rupiah," kata Rudi, sopir truk PT Pos yang bernopol BG 4965 AZ.
Kami pun turut keder. Panser TNI terlihat beberapa kali patroli di tengah Kota Langsa, membuat suasana konflik begitu terasa. Kami akhirnya memilih bermalam di posko pengungsian pinggiran Kota Langsa. Sambil menurunkan menyerahkan bantuan pakaian layak pakai dan sedikit bahan pangan.
BACA JUGA:Mengenang Tragedi Tsunami Aceh: 26 Desember yang Mengubah Sejarah Indonesia Selamanya!
BACA JUGA:Mengenang Tragedi Tsunami Aceh: Tragedi Besar yang Menelan 170 Ribu Korban Jiwa
Ketua posko pengungsian, Muharman, menjelaskan di tempatnya menampung sekitar 500 pengungsi dari Banda Aceh, Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Kota Langsa sendiri. “300 di antaranya balita dan anak-anak usia sekolah. Kami butuh susu buat balita dan sembako. Belum ada bantuan susu,” keluhnya.
Sabtu pagi (16/1/2005), baru kami bertolak dari Kota Langsa menuju Lhokseumawe. Baru sekitar 20 menit berjalan, kami memasuki Rantau Seulamat, Kabu paten Aceh Timur. Suasana mencekam mulai terasa, pantas saja para sopir truk PT Pos tersebut tidak berani berjalan malam.
SUMEKS PT POS : Dua truk PT Pos pembawa bantuan pembaca Sumatera Ekspres untuk korban tsunami Aceh, sesaat sebelum bertolak dari Medan ke Aceh. -foto: dok/sumeks-