SUMATERAEKSPRES.ID - Gempa bumi dan gelombang tsunami 26 Desember 2004, memporak-porandakan Aceh. Ratusan ribu orang tewas dan hilang. Sumatera Ekspres hadir di Bumi Serambi Mekah, membawakan bantuan dari pembaca setia Harian Sumatera Ekspres.
ANDRI IRAWAN – Palembang
PERISTIWA tsunami Aceh, diawali gempa bumi berulang pada Minggu pagi, 26 Desember 2004. Gempa dengan berkekuatan 9,3 magnitudo terjadi selama 10 menit, pukul 07.59 WIB. Suasana sempat hening, kemudian dalam 30 menit gelombang tsunami datang dengan cepat.
Tidak ada data pasti jumlah korban tewas maupun hilang disapu tsunami Aceh. PBB melansir jumlah korban tewas sekitar 230.000 jiwa, dialami 14 negara. Paling parah Indonesia, khususnya Aceh. Disebut 170.000 orang tewas, 500.000 lainnya hilang. Selain menimbulkan kerusakan hebat di Tanah Rencong.
Harian Pagi Sumatera Ekspres langsung membuka donasi, dari bencana yang dianggap paling mematikan di abad 21. Selama hampir 2 pekan open donasi, bantuan dari pembaca Sumatera Ekspres terus mengalir. Mulai dari bahan pangan, baju bekas layak pakai, obat-obatan, dan lainnya.
Jurnalis Sumatera Ekspres mendata keperluan pengungsi di Posko Langsa-foto: dok sumeks-
BACA JUGA:10 Tsunami Terbesar yang Pernah Terjadi, Dua di Antaranya di Indonesia
Bantuan yang terkumpul, kemudian diberangkatkan dari Palembang ke Aceh melalui jalur darat, Rabu (12/1/2005). Menggunakan 2 truk fuso PT Pos, nopol BG 4965 AZ dan BG 4967 AZ, mereka tiba di Medan, Jumat (15/1/2005).
Jurnalis Sumatera Ekspres Andri Irawan dan fotografer Sudirman, menggunakan pesawat terbang. Menunggu di Medan. Di Bandara Polonia Medan, kami harus melapor di Posko Nasional. Waktu itu wajib bagi reporter yang akan meliput ke Aceh.
Di sana kami bertemu reporter dari Strait Times Singapura, Ang Ki. Serta fotografer wanita dari Nikan Berita News Jepang. Namanya Saekani.
Saekani fasih berbahasa Indonesia. Suaminya berkebangsaan Inggris, Alex. Mereka sudah 3 bulan tinggal di Sleman, Yogyakarta. “Saya ikut ya, mau ke Banda Aceh, terus ke Calang. 3 minggu,” ucap fotografer freelance itu.
Sebab saat itu, hanya pesawat Hercules dan helikopter dari berbagai negara, yang boleh mendarat di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh. Khusus pembawa bantuan. Pesawat komersil tidak diperkenankan. Kecuali maskapai Sriwijaya Air, karena waktu itu yang pertama kali membawa bantuan dari Sumsel.
BACA JUGA:Kronologi Tsunami Aceh 2004, Tragedi yang Mengguncang Dunia
BACA JUGA:Martunis dan Ronaldo: Kisah Penyintas Tsunami Aceh yang Menginspirasi Dunia dengan Kemanusiaan