PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Ketamin alias obat anestesi (obat bius) marak disalahgunakan. Dari tahun ke tahun, penyimpangannya semakin meningkat. Kondisi ini diungkap Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar.
Menurutnya, penyimpangan peredaran ketamin terjadi pada fasilitas distribusi dan pelayanan kefarmasian sejumlah wilayah di Indonesia. Itu hasil pengawasan proaktif BPOM sepanjang 2024.
Penyimpangan peredaran ini utamanya terjadi untuk ketamin injeksi. Terbanyak di 7 provinsi, yaitu Lampung, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Penyimpangan peredaran tertinggi di Lampung dengan jumlah 5.840 vial ketamin. Sedangkan 3 provinsi lain yang juga tinggi yakni Bali (4.074 vial), Jawa Timur (3.338 vial), dan Jawa Barat (1.865 vial).
Dari data tersebut Bali merupakan wilayah peredaran dengan kategori sangat tinggi (di atas 100 ribu vial). Jawa Timur dan Jawa Barat masuk dalam kategori tinggi peredaran ketamin injeksi (50 ribu—100 ribu vial). Provinsi lain di Indonesia masuk dalam kategori sedang dan rendah yaitu di bawah 50 ribu vial. Sumatera Selatan (Sumsel) termasuk pada provinsi dengan peredaran kategori sedang.
“BPOM melakukan pengawasan khusus atau intensifikasi terhadap ketamin karena melihat adanya pelanggaran dan penyimpangan dalam peredarannya. Baik di fasilitas distribusi maupun pelayanan kefarmasian,” ucapnya. Padahal, Ketamin merupakan golongan obat keras yang penggunaannya harus berdasarkan resep dokter dan memerlukan pengawasan dari tenaga medis secara ketat.
BACA JUGA:Efeknya Bahaya, BPOM Usulkan Ketamin Masuk Golongan Obat Psikotropika
BACA JUGA:Lagi, BPOM Temukan 55 Produk Kosmetik Berbahaya!
Perhatian utama BPOM, terjadinya peningkatan jumlah peredaran Ketamin injeksi dari fasilitas distribusi ke fasilitas pelayanan kefarmasian (apotek, rumah sakit, dan klinik) sepanjang 2022—2023. Peredaran ketamin injeksi ke fasilitas pelayanan kefarmasian pada 2023 sebanyak 235 ribu vial.
Angka itu meningkat 75% dibandingkan 2002 yang hanya 134 ribu vial. Pada 2024 ini naik lagi menjadi 440 ribu vial atau meningkat sebanyak 87% dibandingkan 2023. Terungkap, adanya peningkatan jumlah ketamin injeksi yang didistribusikan ke apotek yang merupakan bagian dari fasilitas pelayanan kefarmasian pada 2024 ini sejumlah 152 ribu vial.
Hal ini menunjukkan peningkatan sebesar 246% dibandingkan tahun 2023 yang hanya sejumlah 44 ribu vial. Taruna menjelaskan lebih lanjut bahwa dari hasil intensifikasi pengawasan BPOM ditemukan banyak ketamin injeksi yang diperjualbelikan di fasilitas pelayanan kefarmasian terutama apotek di beberapa provinsi.
Ketamin merupakan obat anestesi umum yang bekerja cepat untuk menghasilkan efek anestesi dan analgesik kuat. Ketamin dalam dunia kesehatan biasa digunakan sebagai anestesi dalam prosedur bedah dan diagnostik. Ketamin banyak disalahgunakan untuk memberikan efek “rekreasional” dari efek samping euforia (rasa nyaman dan gembira yang berlebihan) karena dosis penggunaan yang tidak tepat.
BACA JUGA:PERHATIAN! Ini Daftar 16 Kosmetik Yang Dicabut Izin edarnya oleh BPOM Karena Salahi Aturan
Selain itu, ketamin juga dapat memberikan efek kehilangan kesadaran, gangguan memori, dan ketidakmampuan seseorang untuk melawan atau memahami apa yang sedang terjadi karena efek sedasi (merasa tenang dan rileks), penghilang rasa sakit, dan amnesia (tidak ingat kejadian saat berada di bawah pengaruh obat).
Selama Oktober 2023–Oktober 2024, BPOM menemukan 71 fasilitas distribusi obat yang melakukan pelanggaran terhadap pemenuhan standar CDOB terkait pengelolaan ketamin atau 3,7% dari 1.914 fasilitas distribusi yang diperiksa. Dari temuan tersebut, 6 fasilitas melakukan pelanggaran yang bersifat kritikal dan telah diberikan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan (PSK).