Kepala Desa Mandala Sari, Kecamatan Lalan, Kabupaten Muba, Eko Wahyudi menjelaskan perlindungan kerja ini sangat penting mengingat 90 persen atau 376 KK penduduk-nya merupakan pekebun sawit. “Kebun sawit penghasilan utama warga kita. Setiap hari mereka ke kebun melakukan pemeliharaan dan memanen sawit 2 minggu sekali,” terangnya kepada Sumatera Ekspres.
BACA JUGA:Sumsel Produksi 3,3 Juta Ton Kelapa Sawit Setiap Tahun, Masuk Tiga Besar di Sumatera
BACA JUGA:Perkuat Program Replanting Sawit, Targetkan 54 Ribu Hektar untuk Petani
Sekali panen, paling kecil 1 ton TBS per hektar. “Dengan harga jual sawit sekarang Rp2.200 per kg, maka pendapatan kotor pekebun Rp2,2 juta per 2 minggu. Dipotong upah panen dan biaya langsir, bersihnya jadi Rp1 juta per hektar. Rata-rata pekebun Mandala Sari punya kebun sawit sekitar 2 hektar dari program transmigrasi dulu,” ujarnya.
Dikatakan, beberapa kasus kecelakaan kerja dialami pekebun seperti tertimpa buah, tertusuk duri sawit, dipatuk ular kobra, bahkan pernah ada kejadian egrek (alat pemanen TBS, semacam celurit) lepas dari sambungan besi mengenai leher petani. “Ya kalau karyawan pabrik sawit, mereka didaftarkan perusahaan ke BPJS Ketenagakerjaan. Kalau pekebun sawit kan mandiri, walaupun mereka statusnya plasma,” ujarnya.
Dengan pendapatan yang didapat, tak semua pekebun merupakan orang yang mampu. Pengeluaran pun menjadi prioritas. “Kalau seandainya ada yang meninggal saat bekerja, karyawan mungkin mendapat santunan dari perusahaan atau BPJS Ketenagakerjaan. Sementara pekebun mereka tanggung risikonya sendiri,” ujar Eko.
Karena itu petani beryukur sekali jika pemerintah daerah (Pemda) dan BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan sosial ketenagekerjaan secara gratis. “Kalau perlu, sosialisasikan iuran dan manfaat program, supaya orang mampu, yang belum jadi peserta, bisa mendaftar secara mandiri,” pintanya.
BACA JUGA:Cek Kabupaten Anda, Apakah Termasuk 7 Penghasil Kelapa Sawit Terbesar di Sumsel
Sakuria Dewa (49), Ketua Kelompok Tani Margo Rukun Desa Rimba Jaya, Air Kumbang, Kabupaten Banyuasin mengatakan 90 persen warganya berprofesi petani sawit, karet, dan sayur mayur. “Kampung kita didominasi area perkebunan rakyat,” terangnya.
Saat bekerja, petani sawit sangat rawan misalnya memanen dengan alat dodos (semacam tombak) berisiko tertimpa buah sawit. Berat TBS mencapai 16-32 kg dan setiap Minggu pekebun memanen puluhan ton sawit. “Alat dodos digunakan untuk memotong buah sawit ketinggian maksimal 3 meter. Pernah ada kasus dodos lepas menyabet tangan petani hingga cedera parah,” katanya.
Jika tinggi pohon sawit 4-5 meter, petani menggunakan egrek yang risikonya jauh lebih besar. “Makanya sejak 3 tahun ini petani kita menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran Rp16.800 per bulan. Saya sendiri membayar Rp50.400 sebulan untuk tiga peserta keluarga saya,” sebutnya. Sejauh ini, lanjut Sakuria, beberapa ahli waris petani telah menerima manfaat JKM, berupa dana santunan kematian Rp42 juta, plus beasiswa untuk anaknya setiap tahun.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Palembang, Moch Faisal menerangkan pihaknya mengapresiasi peran pemda di Sumsel dalam mendukung kesejahteraan peserta dengan memberikan perlindungan jaminan sosial kepada petani sawit. Petani sawit salah satu prioritas perlindungan, karena merupakan pekerja rentan atas risiko yang timbul, baik dari kecelakaan kerja maupun meninggal dunia.
BACA JUGA:2.500 Pekerja Sawit Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan
“Para petani sawit yang telah didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan mendapat manfaat atas risiko kecelakaan kerja, berupa perawatan di RS sampai sembuh sesuai