PLTSa 17,7 MW Tuntaskan Sampah Kota

Kamis 31 Oct 2024 - 19:38 WIB
Reporter : Rendi
Editor : Edi Sumeks

Selambat-lambatnya pengerjaan PLTSa berlangsung 36 bulan, tetapi pihak pengembang komitmen 18 bulan selesai dan 6 bulan berikutnya uji coba atau commisioning. “Artinya proyek ini akan selesai dalam 2 tahun ke depan. Kita harap pada Oktober 2026, PLTSa Kota Palembang sudah beroperasi penuh,” imbuh Mustain. 

Diketahui PLTSa ini juga bagian dari proyek pembangunan strategis nasional sesuai amanat Perpres Nomor 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan PSEL Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Ada 12 kota menjadi pilot project di Indonesia, namun yang terealisasi baru Surabaya dan Solo. “Insya Allah Palembang menjadi kota yang ketiga mengoperasikan PLTSa,” paparnya. 

BACA JUGA:Sampah Menumpuk di Sungai Ogan, Personel Gabungan Turun

BACA JUGA:Edukasi Masyarakat, Terapkan Teknologi, Cegah Masyarakat Buang Sampah Sembarangan

Berdasarkan proyeksi, timbulan sampah kota kurang lebih 1.200 ton per hari, dengan asumsi setiap orang menghasilkan 0,7 kilogram per jiwa per hari dari 1,7 juta jiwa penduduk. Keberadaan PLTSa akan menyelesaikan 1.000 ton sampah Kota Palembang setiap hari, sisanya 200 ton akan diolah di TPST, TPS 3R, dan bank sampah. 

“Palembang mendapat dana hibah Program Peningkatan Penyediaan Layanan Daerah (LSDP/Local Service Delivery Improvement) Kemendagri senilai Rp100 miliar. Dana ini untuk pembangunan TPST di TPA Sukawinatan,” terang Mustain. TPST salah satunya digunakan untuk menambang sampah yang ada di TPA, sehingga kawasannya bisa menjadi lahan produktif kembali.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menjelaskan pengembangan PLTSa sebagai upaya Perseroan mengatasi masalah sampah di satu wilayah. “Sampah akan diolah PLTSa menjadi sumber energi domestik yang justru bermanfaat bagi masyarakat,” ungkap Darmawan. Contohnya PLTSa Palembang kapasitas 17,7 MW mampu menyerap hampir seluruhnya sampah kota sebesar 1.000 ton per hari, serta menekan emisi karbon 111 ribu ton CO2 per tahun. 

Menurutnya, PLN masih terus mengakselerasi penambahan kapasitas terpasang pembangkit EBT di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan listrik, sekaligus meningkatkan bauran EBT dalam mencapai net zero emission (NZE) 2060. Hingga semester 1 tahun 2024, realisasi bauran EBT di Indonesia baru 13,93 persen dari target 19,5 persen pada akhir 2024 dan 23 persen 2025. 

Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLN mendorong penyediaan proyek pembangkit EBT yang lebih masif. Makanya saat ini RUPTL 2021-2030 menjadi RUPTL paling hijau sepanjang sejarah kelistrikan Indonesia, karena porsi pembangkit EBT lebih besar mencapai 52 persen dibanding pembangkit energi fosil 48 persen.

 BACA JUGA:Sehari Bisa Kumpulkan Rp50 Ribu dari Sampah Plastik

BACA JUGA:Potret TPA Sukawinatan yang Menerima 800 Ton Sampah Palembang Per Hari, Apa Solusi untuk Masalah Lingkungan?

Di sisi lain, PLN juga bertahap mempensiunkan dini PLTU Batubara. “Tiga tahun lalu, kami menghentikan 13 Giga Watt (GW) pembangkit batubara yang dalam tahap perencanaan. Ini menghindarkan Indonesia dari produksi emisi 1,8 miliar metrik ton CO2 selama 25 tahun ke depan,” terang Darmawan. 

Di tengah tantangan pemanasan global, kata Darmawan, upaya menekan emisi GRK sangat mendesak dan penting. Namun tentu kerja ini tak bisa sendiri-sendiri, butuh kolaborasi strategi, inovasi teknologi, dan investasi menyukseskan transisi energi. Kerjasama pengembangan PLTSa 17,7 MW di Kota Palembang menjadi bukti pemanfaatan energi bersih bisa lebih cepat direalisasikan. “Kami membuka kerja sama yang lebih masif dalam mendukung transisi energi dan perlindungan lingkungan,” pungkasnya.

Sementara Manager Komersialisasi dan GA PT Indo Green Power, Satriawan (Ming) mengatakan kerjasama ini mendukung implementasi teknologi ramah lingkungan, dimana Insenerator akan mengolah sampah menjadi energi listrik. “Kami mengapresiasi dukungan PT PLN (Persero) terhadap pembangunan PLTSa di Kota Palembang ini,” katanya. 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi menjelaskan Pemerintah terus berupaya meningkatkan investasi subsektor EBTKE guna mendorong akselerasi pemanfaatan EBT. Hingga semester 1 2024, realisasinya US$ 580 juta atau 46,8 persen dari target US$ 1,23 miliar. 

Dari capaian ini, masih dibutuhkan sekitar US$ 14,02 miliar untuk memenuhi kebutuhan kapasitas 8.224,1 MW hingga tahun 2025. “Investasi EBTKE mendukung pengembangan berbagai jenis EBT, seperti PLTSa, PLTS, biomassa, biogas, geothermal, air, hidro, baterai. Namun mengejar target bauran EBT perlu komitmen investasi dan pembangunan infrastruktur berkelanjutan,” tutur Eniya.

Kategori :