Langkah ini menjadi pilar utama dalam mendukung perekonomian masyarakat, menjadikan BRI sebagai model bagi lembaga keuangan lain di Hindia Belanda.
Masa Jepang dan Nasionalisasi
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, BRI terpaksa menghentikan operasionalnya.
Namun, setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, BRI diaktifkan kembali pada 22 Februari 1946 dengan nama Bank Rakyat Indonesia oleh pemerintah Republik Indonesia.
Bank ini memainkan peran krusial dalam mendanai berbagai program pembangunan nasional pasca-kemerdekaan.
Modernisasi dan Ekspansi
Di bawah pemerintahan Orde Baru, BRI ditunjuk sebagai salah satu bank untuk menjalankan program Kredit Usaha Tani (KUT) yang bertujuan mendukung sektor pertanian.
Selain itu, BRI juga berperan penting dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), sebuah program pemerintah untuk memperkuat UMKM.
Dengan perkembangan teknologi yang pesat, BRI mengadopsi modernisasi dalam sistem perbankannya, termasuk digitalisasi layanan.
Bank ini terus memperluas jangkauannya hingga ke daerah terpencil, menjadikannya sebagai bank dengan jaringan terbesar di Indonesia serta salah satu dengan aset terbesar di Asia Tenggara.
Sejak awal berdirinya, BRI memiliki fokus yang jelas dalam mendukung ekonomi rakyat. Melalui kredit mikro dan pembiayaan untuk usaha kecil, BRI memberikan akses keuangan yang sering kali sulit diperoleh dari lembaga besar lainnya.
Bank ini diakui sebagai pelopor microfinance di Indonesia, membantu masyarakat kecil untuk mendapatkan layanan perbankan yang terjangkau.
Sejarah BRI menggambarkan perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemandirian ekonomi, khususnya bagi rakyat kecil.
Dari lembaga keuangan kecil di Purwokerto, BRI terus berkomitmen untuk menyediakan layanan keuangan yang inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.