SUMATERAEKSPRES.ID - Masa kampanye Pilkada serentak telah dimulai tanggal 25 September dan akan berakhir tanggal 23 Nopember 2024. Banyak cara yang dilakukan masing-masing kandidat dalam melaksanakan model kampanye yang mereka terapkan.
Di kalangan masyarakat ada yang menghendaki kampanye dengan cara terbuka dan melibatkan sejumlah besar orang.Cara kampanye seperti ini bisa disebut sebagai kampanye massal.
BACA JUGA:Saat Kampanye, Paslon JADI Diduga Lakukan Money Politik, Begini Kronologisnya
BACA JUGA:Terungkapnya Kampanye Hitam di Musi Banyuasin, Tim Lucy Laporkan Toha ke Bawaslu
Sedangkan sebagian lagi menghendaki kampanye dengan cara yang tidak melibatkan massa dalam jumlah besar karena diadakan melalui debat politik atau tanpa melibatkan massa secara fisik melalui media massa/media online.
Cara kampanye ini disebut sebagai kampanye dialogis. Dan ada pula yang menghendaki model kampanye kombinasi antara kedua cara tersebut.
Kampanye massal
Kampanye massal mengandung unsur-unsur show of force. Dengan cara seperti itu diharapkan masyarakat luas menyadari besarnya dukungan bagi calon kepala daerah yang bersangkutan, sehingga mereka terdorong untuk memilih calon tersebut.
Asumsinya adalah bahwa semakin meriah dan banyak pengunjungnya, semakin hebat dan semakin berhasil kampanye massal tersebut.
Sebaliknya kampanye dialogis lebih mementingkan penyampaian informasi kepada sasarannya, yaitu para pemilih. Mereka disuguhi berbagai program yang akan diperjuangkan oleh calon tertentu.
Dengan suguhan tersebut, para pemilih diharapkan akan tertarik untuk kemudian menjatuhkan pilihan pada calon tersebut. Asumsinya adalah bahwa yang harus direbut adalah persepsi para pemilih dengan menggunakan program-program yang menarik.
Pengalaman sejarah politik bangsa Indonesia menunjukan bahwa kampanye massal memang efektif untuk menunjukkan kekuatan calon kepala daerah.
Namun yang harus diingat, model kampanye massal sering menimbulkan dampak yang kurang baik. Rapat akbar atau apapun namanya akan membuat dana yang dikeluarkan pasangan calon semakin membengkak.
Di samping itu, model kampanye massal juga untuk menyampaikan program-program, karena sulit mendengar isi pidato di tempat yang ramai, ribut dan panas seperti tempat rapat akbar itu.
Memang para peserta rapat akbar tersebut datang terutama bukan untuk mendengarkan pidato-pidato juru kampanye (jurkam), tapi untuk menunjukkan besarnya dukungan bagi calon mereka.