KEKUASAAN ITU MEMANG MEMABUKKAN

Selasa 15 Oct 2024 - 22:01 WIB
Oleh: tim

BACA JUGA:Pilih Pemimpin Bawa Kemakmuran

BACA JUGA:Cari Sosok Pemimpin Baru

Sara Duterte-Carpio yang terpilih sebagai wakil presiden merupakan anak Presiden Rodrigo Duterte (2016-2022).Sebelumnnya Sara menjabat sebagai Wali Kota Davao.Saat ayahnya menjadi Wali Kota Davao pada periode 2007-2010, Sara menjabat sebagai wakilnya.

Sebelum Duterte, Presiden Filipina periode 2010-2016 dijabat oleh Benigno Aquino III alias Noynoy. Ia adalah putra Benigno Aquino Jr, senator lawan politik Marcos yang terbunuh sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Manila pada 21 Agustus 1983.

Kematian Aquino Jr. menjadikan Corazon Aquino istrinya sebagai simbol perlawanan terhadap Marcos.Corazon yang lebih dikenal sebagai Cory Aquino kemudian terpilih menjadi Presiden Filipina periode 1986-1992, dan tercatat sebagai presiden wanita pertama di Filipina.

Dari sejarah politik dinasti sebagaimana diulas diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa politik dinasti dapat diterjadi diberbagai Negara dimanapun, tidak terkecuali di Indonesia.Dengan demikian dalam melanggengkan kekuasaan dapat terjadi dimanapun dan kapanpun dalam kondisi apapun hal tersebut bisa memungkinkan terjadi dan secara alamiah.

BACA JUGA:Polemik Kepemimpinan Kadin Dapat Menghambat Investasi

BACA JUGA:Yudha Pratomo Siap Prioritaskan Seni dan Budaya Palembang dalam Kepemimpinannya

Dampak buruk dinasti politik

Intinya adalah, dinasti politik rentan korupsi.Ini merupakan konsekuensi paling jelas dan paling buruk. Sebab, dinasti politik akan melahirkan konsentrasi kekuasaan, kurangnya akuntabilitas, nepotisme, dan patronase.

Ketika kekuasaan terkonsentrasi dalam tangan satu keluarga atau kelompok untuk jangka waktu yang lama, terdapat potensi yang lebih besar bagi individu atau kelompok tersebut untuk menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi.

Dinasti politik cenderung membangun struktur yang melindungi anggota keluarganya dari pengawasan eksternal, mengurangi akuntabilitas, dan memfasilitasi praktik korupsi. Hal ini akan meningkatkan praktik nepotisme dan patronase dalam lingkaran politik tersebut.

Misalnya, seorang pemimpin politik akan menempatkan keluarganya dalam posisi pemerintahan penting atau berpengaruh tanpa peduli apakah keluarga tersebut memiliki pengalaman atau kualifikasi yang layak. Di satu sisi, mereka telah memiliki akses khusus dalam pendanaan sehingga membuat langkah mereka menjadi lebih mudah.

Dalam konteks politik, hal ini menjelaskan bagaimana pelaku dinasti melakukan apa yang disebut “institutional drift” yaitu mengatur sedemikian rupa aturan atau regulasi di institusi. Ini berarti mereka mampu memengaruhi dan mengubah cara kerja institusi demokratis untuk mendukung keberlangsungan dinasti politik mereka.

Contoh praktiknya bisa dilihat dari bagaimana institusi peradilan, Mahkamah Konstitusi, memengaruhi dan mengubah aturan perundang-undangan untuk membuka jalan bagi figur tertentu untuk bisa maju di kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.Hal ini bisa terjadi akibat adanya ruang dan kuasa yang bisa digunakan oleh pihak dinasti politik.

Sebagai contoh lain yang akhir-akhir ini terjadi yaitu Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Partai Garuda terkait aturan batas minimal usia calon kepala daerah dalam Pasal 4 ayat 1 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020. MA mengubah batas usia bakal calon kepala daerah, dari yang semula dihitung sejak penetapan pasangan calon, kemudian diganti dihitung sejak pelantikan calon terpilih. Prosesnya juga terbilang singkat, hanya butuh waktu tiga hari.

Kategori :