SUMATERAEKSPRES.ID - Amartya Sen, peraih Nobel di bidang ekonomi, menekankan bahwa pembangunan sejati harus berakar pada perluasan kebebasan dan kapabilitas individu.
Teori Kapabilitas-nya mengajak kita melihat pembangunan bukan hanya sebagai akumulasi materi, tetapi sebagai upaya meningkatkan kemampuan manusia untuk menjalani kehidupan bermakna.
BACA JUGA:Guru Dalam Perspektif Pembangunan Manusia Indonesia
BACA JUGA:Eddy Soeparno Fokus Pemerintahan Baru untuk Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8%
DI Sumatera Selatan, paradigma ini tercermin dalam pergeseran fokus dari pertumbuhan ekonomi semata ke pengembangan potensi individu.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, peningkatan kualitas hidup tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan pribadi, tetapi juga memperkuat partisipasi politik dan kualitas demokrasi di era digital.
Pembangunan Manusia sebagai Fondasi Demokrasi
Pembangunan manusia di Sumatera Selatan terus mencatat kemajuan, tercermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mencapai 73,18 pada 2023.
Tren peningkatan dari 2020 hingga 2023 menunjukkan konsistensi dalam perbaikan kualitas hidup, dengan rata-rata kenaikan IPM tahunan lebih tinggi dibanding periode sebelumnya.
Namun, pembangunan manusia tidak cukup dilihat dari statistik, tetapi dari bagaimana peningkatan ini berdampak pada demokrasi dan partisipasi politik.
Seperti yang ditegaskan Amartya Sen, pembangunan sejati bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi, melainkan memperluas kebebasan dan kapabilitas individu untuk menjalani kehidupan bermakna (Sen, 1999).
Meski pencapaian IPM, termasuk Umur Harapan Hidup (UHH) yang mencapai 74,04 tahun dan Harapan Lama Sekolah (HLS) sebesar 12,63 tahun, menunjukkan kemajuan positif, tantangan tetap ada.
Ketimpangan akses terhadap pendidikan dan kesehatan di daerah terpencil masih dapat menghambat partisipasi aktif dalam politik, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024.
Peningkatan pendidikan diharapkan mampu memperkuat literasi politik, memungkinkan masyarakat menilai isu politik dengan lebih matang serta terhindar dari manipulasi identitas dan hoaks (Verba, Schlozman, & Brady, 1995).
Lebih lanjut, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang hanya 8,5 tahun menunjukkan masih banyak penduduk dewasa yang belum menyelesaikan pendidikan menengah atas, yang bisa membatasi pemahaman mereka terhadap isu-isu politik.