Pria yang kini tinggal menetap di Komplek Perumahan Pertamina Prabumulih itu, sudah menjadi pekerja Rig sejak 1997. Mulai dari Expand di area PALI dan Sekayu, kemudian Expand menjadi Medco. Dari Medco ke PetroChina dan kemudian diajak bergabung ke Pertamina di tahun 2015.
Pria berambut putih dan kacamata ini sudah terbiasa tinggal di lokasi Rig sejak bujang. Bahkan semasa pacaran dengan wanita pujaan yang kini menjadi istrinya, waktulah yang membatasi keduanya. "Kalau saya pulang off, baru ketemu," lanjut Hendry.
Hendry mengaku, juga sering kumpul dengan rekan kerja di ruang meeting. Terutama saat pagi hari, selalu kumpul untuk sarapan dan meeting bersama rekan-rekan kerja yang lain. Susana itulah yang terkadang membuatnya rindu dan betah berada di Rig.
Namun berbeda halnya saat berada di lokasi di dekat sumur. Handphone maupun kamera tidak diperbolehkan digunakan, apalagi merokok. Kalau di lokasi, hanya diperbolehkan membawa HT untuk Supervisor. "Kami bekerja berpacu dengan waktu. Apalagi, sekarang pemerintah sudah mentargetkan 1 juta barel per hari di 2030," terangnya.
M Yani (55), warga asli Karang Raja Prabumulih sudah melanglang buana tinggal dengan kebisingan yang ada di Rig tepatnya sejak 1989. "Kita disini sering menggunakan air bag (penutup telinga, red), apalagi saat bekerja dan sudah masuk ke lokasi sekitar sumur, selalu pakai air bag," sebut ayah tiga anak itu.
Pria yang mempunyai jabatan sebagai Rig Superintendent itu juga terbiasa tidur di basecamp, rumah kedua baginya. Ada yang 1 tempat tidur berdua, dan berempat juga ada. Kebetulan, dia biasa tidur sendirian di basecamp.
Di Rig, dia bekerja all in selama 24 jam untuk produksi energi berupa minyak dan gas. Namun, sebagai Rig Sup mengambil 20 hari on dan 20 hari off, selalu bertukar (change, red) dengan seorang temannya yang juga menjabat sebagai Rig Sup. "Kita selalu mensupport program Pertamina Zona 4 dengan menyiapkan Rig dan Kru Rig. Kalau saya disini lebih ke peralatan karena kita PDSI sifatnya penunjang," bebernya.
Dikatakannya, saat bekerja mereka tak boleh keluar Rig. Kalau mau keluar, harus izin dahulu menggunakan mobil dan tidak boleh main "nyelonong". "Kalau keluar harus laporan, ada benda di depan di dekat pos itu, juga harus dicabut dan dibalik menandakan kita sedang keluar," sebutnya.
Hal tersebut, wajib dilakukan lantaran jika ada emergency (keadaan darurat, red) maka semua kru harus ke master point untuk berkumpul. "Makanya kalau keluar, benda itu harus dibalik menandakan kita tidak ada di lokasi," katanya.
Di Kota Prabumulih memiliki 900-an sumur yang sudah dibor dan yang masih produksi ada 190 sumur. "Ratusan sumur itulah yang menopang produksi Migas di Prabumulih (Field Prabu, red) bahkan pernah mencapai 10 ribu barel minyak per hari/BOPD dan gas di 114 juta standar kaki kubik per hari/MMSCFD," ujar Senior Manager Prabumulih Field, Muhammad Luthfi Ferdiansyah, pada acara Media Gathering GM Zona 4, di Kompleks Perkantoran PHR Zona 4, 11 September lalu.
Tantangan utama baginya yaitu masalah lapangan yang sudah tua. "Tapi dengan adanya temuan seperti di Gunung Kemala salah satunya, menjadi peluang agar bisa mendapatkan produksi yang lebih banyak lagi," jelasnya.
Tantangan selanjutnya, peralatan yang sudah tua umurnya sehingga banyak kondisi-kondisi yang sudah korosi dan hal itu sedang progres untuk penggantian. Dalam komitmennya untuk memenuhi target energi nasional, Pertamina EP (PEP) Prabumulih Field juga telah mencatatkan kinerja positif di pertengahan tahun 2024. "Kami dituntut banyak melakukan inovasi. Di antaranya produksi oil sudah 102 persen. Bahkan kita sampai ke Jawa Barat Suplai Gas dari PHR Zona 4," sebutnya mengaku PHR Zona 4 menjadi Pejuang Energi di Ujung Negeri.
Selain itu, peran Pertamina di Prabumulih juga menjadi penggerak roda perekonomian di Prabumulih. Pekerja seperti operator dan lainnya, 90 persen ke atas merupakan tenaga kerja lokal dan Pertamina selalu memberikan impact (dampak, red) positif di masyarakat.
Agung Wibowo, Senior Manager Production PHR Zona 4 menerangkan. Untuk produksi minyak di PHR Zona 4 saat ini, rata-rata berada di angka 25.000-26.000 BOPD dan 570 juta BSCFD untuk produksi gas dan semuanya hampir mencapai target. Di PHR Zona 4, juga terdapat 94 stasiun pengumpul dan 3 OTR/metering. PHR Zona 4 sudah mencapai 117.791 BOEPD.
Adapun proses penyalurannya, untuk minyak yang diproduksi PHR Zona 4, dikirimkan ke RU Plaju Palembang. "Seluruh minyak dikirim melalui pipa dan untuk selanjutnya disalurkan ke konsumen di Indonesia," terangnya.
Sedangkan gas, dikirimkan langsung ke Buyer (pembeli, red) seperti PLN, PGN, Pusri, Swasta dan cukup banyak sekitar 20 lebih konsumen. Nilai keuntungan yang didapat dari penjualan minyak dan gas, Agung mengaku secara nilainya, untuk perhitungan tidak sederhana. Mengingat ada sisi pemerintah melalui Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, dan lainnya.