PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Kota Palembang dikenal sebagai kawasan rawa yang memiliki banyak anak-anak sungai di masa lampau, salah satunya Sungai Kapuran. Saat ini nama Sungai Kapuran mungkin sudah asing, namun keberadaannya tetap dapat ditemukan dari nama lorong yang ada di kawasan Kelurahan 22 Ilir.
Lebih mudah menemukannya, ada lorong bernama Kapuran, secara administrasi masuk wilayah Kelurahan 22 Ilir, Kecamatan Bukit Kecil, Kota Palembang. Menuju kesana tidak terlalu sulit, lokasinya masih berada di pusat Kota Palembang. Dari Bundaran Air Mancur jaraknya tidak sampai 1 kilometer.
Ada dua akses pangkal dan ujung lorong ini, jika masuk dari Jalan Merdeka, lokasinya meski tidak persis, namun berseberangan dari Kantor Pemerintah Kota Palembang atau Kantor Ledeng. Aksesnya bisa lewat dari Jalan Merdeka, atau Jalan Ki Kemas Umar samping Kantor Bappeda Palembang.
Menurut Sejarawan Palembang, Hidayatul Fikri atau dikenal Mang Dayat, sejarah panjang Sungai Kapuran kini tinggal anak sungainya saja. Istilah Kapuran menilik material kapur yang dulu banyak di stok di sungai ini, bahkan kapur tersebut merupakan material bangunan BKB di zaman Sultan Jayo Wikromo. "Dulu kapurnya diletakan atau diambil dari kapur yang berasal dari Sungai Kapuran," terangnya.
Dikatakan, Sungai Kapuran dipersempit ketika ada penimbunan untuk pembangunan boulevard atau Jalan Merdeka di masa zaman Pemerintahan Belanda sekitar tahun 1930-an. "Waktu itu ditimbun cuma sebagian, tapi dari Kantor Ledeng masih kelihatan Sungai Kapuran ini," jelasnya. Setelah ditimbun ukuran sungainya mengecil, namun tidak sampai habis saat zaman Belanda. Seiring berjalan waktu sungai tersebut habis dan hilang lantaran pembangunan pemukiman penduduk.
BACA JUGA:Cobaan Usai Menghadiri Tablig Akbar, Hilang Motor Vario 125 di Parkiran BKB Palembang
BACA JUGA:Jalan-Jalan di Palembang Makin Seru, BKB Bakal Disulap Jadi Destinasi Kekinian, Catat Tanggalnya!
Di masa lampau, lanjut Dayat, lokasi Sungai Kapuran kalau masuk ke arah Sungai Kebun Duku. Dari sana sebagian besar sungai ke Sungai Sekanak hingga berakhir di Sungai Musi. Perbatasan lainnya Sungai Tengkuruk, namun kini juga sudah ditimbun. "Sungai Sekanak menjadi semacam satelit-nya," ujarnya.
Secara geografis, Dayat mengungkapkan Sungai Kapuran cukup panjang. Lokasinya termasuk dulu alirannya sampai ke belakang Masjid Agung. Anak Sungai Kapuran melingkar-lingkar. Nah yang menjadi Lorong Kapuran itulah yang dulunya anak Sungai Kapuran. "Sungai Kapuran utama atau besar ada di Jalan Merdeka, itu yang dulu ditimbun Belanda untuk bangun Jalan Merdeka," bebernya.
Ada juga jalan yang masuk dari samping Kantor Bappeda Palembang diberi nama Jalan Kapuran, namun sekarang berubah menjadi Jalan Ki Kemas Umar. "Masuk jalan itu ketemu lagi simpang Y. Ke kanan namanya Jalan Kapuran, keluarnya belakang penjara ada jalan kecil dan nanti ketemu 2 jembatan lama, di situ ada juga anak Sungai Kapuran. Di sini dulu diprediksi tempat menyimpan kapur-kapur material pembangunan BKB," ulasnya.
Sejarawan Ahli Sungai Palembang, Azim Amin mengatakan Sungai Kapuran sebenarnya bernama Perkapuran yang dulunya lebar, tetapi sekarang menyempit. "Nama sebenarnya bukan Kapuran, tetapi Sungai "Pekapuran" yang merupakan pusat gudang kapur bahan adonan bikin Keraton Kuto Besak, pecahan batu bara diaduk dengan pasir dan kapur," jelasnya.
Kondisi sekarang sudah sempit. Dahulu, katanya cukup lebar, bahkan perahu tambangan bisa memutar. Kemudian ujung sungai bertemu anak sungai Tuan Putri sampai Sungai Kedukan. Azim berpesan, perlu untuk mengangkat sejarah sungai ini sebab banjir di Palembang, perlu diatasi dengan program naturalisasi anak sungai dan solok (solok lebar sekitar 2,5 meter mempertemukan ujung anak sungai). "Bila perlu ada program revitalisasi, tetapi mustahil tanah sungai dan Solok sudah jadi pemukiman rumah penduduk," tukasnya.
BACA JUGA:Kembangkan UMKM, Tarik Investor. Palembang Expo 27-30 di BKB Dongkrak Perekonomian
Ketua RT 02 Kelurahan 22 Ilir, Zainal Abidin mengaku mendapat cerita nenek buyut bahwa Kapuran dulunya wilayah rawa dimana rumah-rumah warga panggung. "Rawa-rawa ini dulunya dapat dilalui perahu berdagang hingga panglong kayu," jelasnya. Sedangkan menurut warga sekitar, tidak banyak tahu kalau dulu ini ada sungai. "Kapuran kami tahu nama jalan," ungkap Wandi, pedagang model di Jalan Kapuran.