Makna dan Sejarah Tradisi Tahlilan di Rumah Orang Meninggal dalam Islam, Pandangan Ulama dan Manfaat Sosialnya

Selasa 24 Sep 2024 - 10:49 WIB
Reporter : Nanda
Editor : Novis

Tahlilan adalah tradisi yang umum dilakukan oleh masyarakat Muslim di Indonesia untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia.

Tradisi ini melibatkan pembacaan kalimat tahlil (La ilaha illallah) dan doa-doa tertentu yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an, dengan harapan pahalanya dihadiahkan kepada almarhum.

Secara umum, tahlilan dilakukan selama tujuh hari berturut-turut setelah kematian seseorang, kemudian pada hari ke-40, ke-100, dan hari ke-1000.

Selain itu, tahlilan juga sering dilakukan secara rutin pada malam Jum’at.

Dalam perspektif Islam, mayoritas ulama berpendapat bahwa membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah meninggal adalah tindakan yang diperbolehkan dan pahalanya dapat sampai kepada almarhum.

Misalnya, Imam Syafi’i menyatakan bahwa disunahkan untuk membaca Al-Qur’an di dekat mayit, dan jika sampai khatam, itu lebih baik.

BACA JUGA:Sriwijaya, Kerajaan Buddha yang Memperkenalkan Islam di Nusantara

BACA JUGA:PENGUMUMAN, Pendaftaran Kepustakaan Islam Award 2024 Resmi Dibuka, Inilah Kategori dan Cara Mengikutinya!

Selain aspek keagamaan, tahlilan juga memiliki manfaat sosial, seperti mempererat tali silaturahmi antar keluarga dan tetangga, serta memberikan dukungan emosional kepada keluarga yang ditinggalkan.

Dilansir dari berbagai sumber, Pandangan ulama tentang tradisi tahlilan di rumah ahli musibah bervariasi, tergantung pada mazhab dan interpretasi masing-masing. Berikut adalah beberapa pandangan dari ulama terkenal:

1. Ulama Ahlussunnah wal Jamaah: Mayoritas ulama dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, seperti yang diwakili oleh Nahdlatul Ulama (NU), mendukung tradisi tahlilan.

Mereka berpendapat bahwa membaca doa dan ayat-ayat Al-Qur’an untuk orang yang telah meninggal adalah tindakan yang baik dan pahalanya dapat sampai kepada almarhum.

Tradisi ini juga dianggap sebagai cara untuk mempererat silaturahmi dan memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka.

2. Ulama Salafi: Beberapa ulama dari kalangan Salafi berpendapat bahwa tahlilan tidak memiliki dasar yang kuat dalam sunnah Nabi Muhammad SAW dan oleh karena itu, mereka cenderung tidak mendukung praktik ini.

Mereka lebih menekankan pada doa-doa yang diajarkan oleh Nabi dan menghindari tambahan-tambahan yang tidak ada dalam sunnah.

3. Ulama Syafi’i: Imam Syafi’i sendiri menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an di dekat mayit adalah sunnah dan jika sampai khatam, itu lebih baik.

Kategori :