SUMATERAEKSPRES.ID-Stunting merupakan salah satu problem yang saat ini tengah menjadi perhatian pemerintah.
Masalah stunting bukan hanya menganggu pertumbuhan fisik anak, namun juga gangguan terhadap perkembangan otak anak.
Disampaikan dikatakan Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti.
Ia mengingatkan bahwa salah satu pemicu terjadinya stunting adalah pernikahan alias kehamilan di usia dini.
BACA JUGA:YAICI: SKM Jadi Penyumbang Utama Stunting di Sumatera Selatan
BACA JUGA:PJ Bupati Lahat Dorong Peran Bapak Asuh Stunting yang Lebih Optimal
"Memang angka perkawinan pada anak yang tercatat sudah mengalami penurunan menjadi 6,92 persen. Namun, presentasi remaja melakukan hubungan seksual di luar perkawinan serta tingkat kehamilan mengalami kenaikkan," kata Srihastuti melansir RRI, Minggu (1/9/2024).
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa angka melahirkan di usia remaja mengalami kenaikan.
Pihaknya mengungkap, setiap tahunnya remaja yang mengajukan dispensasi untuk menikah sekitar 50-60 ribu.
"Tentunya masih banyak yang nikah tidak tercatat, kenaikan angka kehamilan di usia remaja ini turut berkontribusi pada stunting. Akibatnya, penurunan angka stunting di Indonesia hanya mencapai 0,1 persen," paparnya.
Karenanya, kata dia, dibutuhkan kerjasama dengan semua pemangku kepentingan untuk menekan angka pernikahan dini.
BACA JUGA:Keroyokan Kejar Zero Stunting, Tuntaskan 410 Balita Stunting, Target Tercapai 2025
BACA JUGA:Optimis Turunkan Angka Stunting, Peringati Harganas
Pendekatan ini bisa mencangkup pembekalan kesehatan reproduksi pada anak, peningkatan kualitas kesehatan remaja, dan pendidikan wajib 12 tahun.
"Beragam faktor juga menjadi pendukung pernikahan usia dini. Memastikan layanan pada anak, agar tidak menikah dalam usia muda, cara paling mudah adalah anak wajin menempuh pendidikan 12 tahun," ujarnya.(lia)