SUMATERAEKSPRES.ID - The Habibie Center mengeluarkan pernyataan sikap terhadap polemik Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Hal tersebut dipicu setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengadakan rapat pembahasan revisi UU Pilkada secara cepat dan mendadak, merespon keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.60/PUUXXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024, Rabu (21 Agustus 2024), bertempat di Senanyan Gedung MPR-DPR RI.
Pembahasan revisi UU Pilkada oleh DPR RI ini menimbulkan polemik di kalangan akademisi, praktisi dan masyarakat umum, tak terkecuali The Habibie Center.
Hal ini dikarenakan teleh mengabaikan putusan MK terkait usia calon kepala daerah dan penetapan threshold bagi partai politik untuk mengajukan calonnya.
BACA JUGA:Rumah Makan Padang Terkenal hingga Keluar Negeri, Ada Favorit Presiden Habibie dan SBY Lho!
BACA JUGA:Paslon Pilkada Daftar ke KPU setelah Deklarasi, Begini Aturan Jumlah Massa yang Dibawa
DPR RI tetap menginginkan pertama, syarat usia calon kepala daerah yang ditetapkan menjadi 30 tahun saat pelantikan. Kedua, threshold bagi partai politik yang memiliki kursi DPRD sebanyak 20% atau 25% suara di Pileg.
Sikap DPR RI terhadap keputusan MK ini menunjukkan pembangkangan terhadap konstitusi. Mencermati berbagai fenomena yang menunjukkan upaya penghancuran demokrasi di Indonesia.
Dimana polemik terkait revisi UU Pilkada telah ikut menambah bukti kegentingan kondisi, The Habibie Center, sebagai lembaga think tank independen yang didirikan untuk mendorong pembangunan dan penguatan demokrasi di Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:
1. The Habibie Center meyakini bahwa revisi UU Pilkada oleh DPR RI seharusnya bersifat konstitusional dan dapat dipertanggungjawabkan.
BACA JUGA:PPK dan PPS Prabumulih Timur Gelar Sosialisasi Pilkada di Kalangan Gunung Ibul
BACA JUGA:Bawaslu Kota Minta Tingkatkan Pengawasan Jelang Tahapan Pilkada Serentak 2024
Sementara itu, revisi UU Pilkada terkait perubahan persyaratan usia calon kepala daerah dan besaran kursi partai politik tidak memiliki dasar-dasar yang dapat diterima secara filosofis, yuridis, dan sosiologis, serta tanpa urgensi yang menekan.
2. The Habibie Center meyakini bahwa revisi UU Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No.60/PUU-XXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024 dan merefleksikan pengabaian terhadap Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.
3. Untuk itu, The Habibie Center menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi adalah bersifat final dan mengikat bagi semua pihak, sehingga secara tegas menolak revisi UU Pilkada yang bersifat inkonstitusional.
4. The Habibie Center meyakini bahwa revisi UU Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang inkonstitusional dapat menimbulkan sengketa antar lembaga negara dan ketidakpastian hukum pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di masa akan datang.
BACA JUGA:Bawaslu Kota Minta Tingkatkan Pengawasan Jelang Tahapan Pilkada Serentak 2024
BACA JUGA:Partai Demokrat Dikabarkan Mendukung Pasangan Slamet-Alfi di Pilkada Banyuasin
5. The Habibie Center menegaskan bahwa revisi UU Pilkada tidak merefleksikan nilai-nilai demokrasi dan mengajak seluruh komponen bangsa Indonesia untuk secara bersama-sama menolak agenda revisi UU Pilkada dan praktek-praktek penyelenggaraan negara lainnya yang bersifat anti demokrasi.
6. The Habibie Center menyerukan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk segera melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi No.60/PUU-XXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024.
Demikian pernyataan sikap The Habibie Center terhadap revisi UU Pilkada oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang tidak mengindahkan Keputusan Mahkamah Konstitusi No.60/PUUXXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024.