Parkinson Terbanyak setelah Alzheimer, Serang Usia 50 Tahun ke Atas, Didominasi Laki-Laki

Senin 19 Aug 2024 - 20:01 WIB
Reporter : Neni
Editor : Edi Sumeks

PALEMBANG, SUMATERAEKSPRES.ID - Parkinson merupakan penyakit pada sistem saraf yang mengganggu kemampuan tubuh mengontrol gerakan dan keseimbangan. Kondisi ini menimbulkan beragam keluhan seperti tremor, kaku otot, hingga gangguan koordinasi. Penyakit ini menyerang fungsi otak. 

"Kondisi ini kebanyakan diderita orang berusia 50 tahun ke atas, dan lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita," ujar  dr Theresia Christine SpS dari RS Siloam Sriwijaya Palembang, kemarin. Menurutnya, parkinson menjadi penyakit neuorodegeneratif terbanyak kedua setelah alzheimer dan dapat menyebabkan disabilitas serta risiko kematian pada penderitanya. 

"Penyakit parkinson ditandai hilangnya kontrol gerakan motorik yang berkelanjutan disertai gangguan emosi, seperti depresi, hilangnya indra penciuman, gangguan lambung, dan gangguan kognitif," jelasnya. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan insidensi penyakit parkinson di Asia, yaitu 2-8 kasus per tahun di Cina dan Taiwan, sedangkan di Singapura dan Jepang terdapat 6-8 kasus per tahun pada rentang usia 60-70 tahun. "Penyebab pasti penyakit ini masih belum diketahui, namun ada yang disebabkan faktor genetik, paparan pestisida, dan lain-lain," katanya. 

Menurutnya, penyakit diawali dengan gejala berupa gemetar (tremor), gerakan lambat (bradykinesia), otot kaku, postur tubuh membungkuk, depresi, gangguan menelan, gangguan mengunyah, gangguan berkemih, dan gangguan bicara. "Untuk rentang usia yang terkena penyakit parkinson 60-70 tahun. Laki - laki lebih rentan menderita penyakit ini dibandingkan perempuan," sebutnya. 

BACA JUGA:Wajib paham, Konsumsi Kopi Berlebih Dapat Tingkatkan Risiko Penyakit Kardiovaskular di Kemudian Hari

BACA JUGA:Hati-hati, Para Bikers Harus Waspadai 8 Penyakit Akibat Sering Naik Motor

Penanganan penyakit ini meliputi terapi dopaminergik, latihan olahraga untuk menjaga tonus, kekuatan, dan fleksibilitas otot, terapi bicara, serta antidepresan, yang semuanya bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. "Hngga saat ini penyebab pastinya masih belum diketahui, namun dapat ditanggulangi secara maksimal dengan prosedur Deep Brain Stimulation (DBS)," katanya. 

Bisa pula pemasangan chip di pada otak, namun harus melihat penyakit parkinson yang diderita pasien, apakah sudah empat tahun atau lebih. Jika baru menderita parkinson belum bisa dilakukan pemasangan chip di otak. "Pemasangan chip tidak menyembuhkan secara total, namun dapat mengurangi penyakit yang diderita," ujarnya. Adapun range harga yang harus dikeluarkan jika ingin memasang chip di otak berkisar Rp400-600 juta. 

 

Kategori :