Nama kedai Dapur Neka mungkin bagi penikmat street food di Metropolis sudah cukup familiar. Ke sana bakal dibuat bingung karena berbagai makanan sudah tersaji dan tinggal pilih di meja. Betul-betul menggugah selera.
Dapur Neka terlihat sangat ramai, kemarin (6/3). Muda-mudi ikut menunggu antre di kedai yang berlokasi di Jl Sukabangun itu. Dari tampak depan kedai sudah terlihat deretan makanan street food di meja, mulai dari laksan, ketupat aneka kuah, celimpungan, bubur kampiun, bubur kelepon, kolak pisang, bubur, nasi goreng, nasi uduk, pempek ikan tenggiri, salak, gorengan bakwan, ongol-ongol, kendil, dan masih banyak lagi jajanan pasar dan menu sarapan.Ada pula aneka masakan padang, mulai dari rendang, ayam, tunjang, asam pade, ikan baung sambel, dan lainnya. Masuk ke dalam kedai berukuran 6x12 meter itu, ada meja dan kursi tersusun rapi. Bisa juga duduk lesehan. Paling menarik ada pelaminan minang sederhana di pojokan sebelah kanan.Yang juga menarik perhatian, pedagang berpakaian cukup heboh menggunakan aksesoris berupa topi khas minang. "Kebetulan kalau menu sarapan sudah habis, ada makanan berat (lauk pauk) masakan Padang," kata Dedi, owner Dapur Neka kepada Sumatera Ekspres, kemarin.
Ia mengatakan, usaha kuliner yang digeluti ini terbilang baru beberapa tahun terakhir. Itu setelah dia memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai banker Bank BUMN dengan jabatan cukup tinggi. "Saya ingin dekat dengan keluarga dan punya waktu lebih, makanya saya berhenti. Apalagi background keluarga saya juga usaha," katanya.BACA JUGA : Demi Lulus sampai Bernazar Menurut Dedy, memutuskan resign dari pekerjaan dan membuka usaha memang tidak serta merta, bahkan bukan keputusan instan. Ia beberapa kali sempat diminta tetap bekerja. Tidak hanya atasannya, juga kedua orang tua (keluarga)-nya. Namun mungkin sudah jalannya. "Dua bulan sebelum berhenti, saya sudah mulai mengatur agar usaha ini dapat berjalan lancar," papar dia.
Kala itu, Dedi menjabat sebagai Area Small Medium Enterprise Head dengan gaji puluhan juta dan fasilitas lengkap dari kantor. "Awal saya berkarir di Sumatera Selatan (Sumsel) sampai akhirnya sempat pindah ke Sulawesi Tengah," kata Dedi. Sebelum terjun, kata dia, istrinya juga sudah merintis usaha. Jualan makanan dengan tiga sampai empat menu. "Ya alhamdulillah istri saya kalau untuk masak itu cocok dilihat," ucapnya seraya tertawa.Setelah pulang ke Palembang, ia mulai mengembangkan usaha lontong Padang yang saat itu dijajakan sang istri di pinggir jalan. Siapa sangka, usaha street food Minang yang ia jalankan bersama istri tercinta itu kini sudah memiliki cabang kedua dan siap merambah pasar internasional. "Istri jualan dua meja. Ada lontong Padang, gulai nangka, lontong gulai pakis, dan nasi uduk. Saya mulai berpikir mengembangkan usaha ini jadi street food khas Minang," katanya. Menurut Dedi, selama ini street food dipandang sebelah mata oleh masyarakat, beda dengan street food yang ada di Korea, Jepang, Thailand, atau lainnya. Untuk itu ia ingin street food bisa naik kelas. "Tempat kaki lima, rasa hotel bintang lima. Street food itu harus keren. Untuk itu saya membuat street food, usahanya dengan ciri khas Minang, aksesoris Minang, pekerjaan menggunakan topi adat Minang bahkan ada photo booth pelaminan Minang yang bisa jadi spot foto," katanya.
Dedi menjelaskan, jajanan khas Minang yang ada seperti lontong gulai tunjang, lontong gulai taucho, nasi goreng Padang, bubur kampiun, serabi kolak durian, ketan kolak durian, salak bulek, dan lain-lain. Ia juga menerima jajanan beberapa UMKM untuk dijual di street food Dapur Neka. Selain ikut membantu usaha mereka, kudapan yang ditawarkan juga memiliki banyak varian. Saat ini, Dapur Neka juga menyediakan menu makan siang, catering, nasi kotak, dan snack box untuk berbagai acara-acara. "Kita juga melirik pasar luar negeri memperkenalkan produk andalan Dapur Neka seperti rendang, kalio jengkol, dan lainnya," katanya.Dedi berharap dengan dikenalnya Dapur Neka di masyarakat, juga berimbas bagi para karyawan. Jadi kepuasan bagi dirinya jika mereka dapat bermanfaat dan punya nilai. "Mereka ini kan ada yang tidak tamat SD, SMP, SMA, tidak tinggi sekolahnya. Mereka kerja sama saya cukup dua tahun, setelah itu buka usaha sendiri, itu target saya," bebernya. (yun/fad)
Kategori :