BACA JUGA:Hakordia Ajang Refleksi bagi KPK
Selanjutnya Rasulullah ditemani oleh sahabat Abu Bakar yang bergelar Ash-Shiddiq, pemilik sifat jujur dan benar.
Dalam Al-Qur'an Allah swt berfirman :
اِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذْ اَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ اِذْ هُمَا فِى الْغَارِ اِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ فَاَنْزَلَ اللّٰهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَاَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلٰىۗ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Artinya: “Jika kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad), sungguh Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah), sedangkan dia salah satu dari dua orang, ketika keduanya berada dalam gua.
Ketika dia berkata kepada sahabatnya, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.
”Maka, Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Nabi Muhammad), memperkuatnya dengan bala tentara (malaikat) yang tidak kamu lihat, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu seruan yang paling rendah.
(Sebaliknya,) firman Allah itulah yang paling tinggi. Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS at Taubah: 40).
Dalam ayat ini Allah menyebut sahabat terdekat Nabi dengan kata tsaniyasnaini.
Beberapa tahun kemudian, Rasulullah kembali ke Makkah dalam peristiwa Fathu Makkah dengan membawa pasukan Muslim sebanyak sepuluh ribu pasukan.
Sebuah kemenangan yang luar biasa, hijrah yang dilakukan karena Allah dengan amanah dan kejujuran telah memenangkan dan menyelamatkan kehidupan kaum Muslim.
Syekh Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam menjelaskan:
انْظُرْ إِلَي قَوْلِهِ صَلَّيِّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَي اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَي اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَي دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَي مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ فَافْهَمْ قَوْلَهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَتَأَمَّلْ هَذَا
Artinya: “Perhatikanlah sabda Rasulullah saw, ‘Siapa saja yang berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya.
Tetapi siapa yang berhijrah kepada dunia yang akan ditemuinya, atau kepada perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya kepada sasaran hijrahnya.
Dalam berhijrah ini, Rasulullah berwasiat kepada kita dalam kitab Sunan al Kubra:
وَالْمُهَاجِرُ مِنْ هَجَرِ مَا نَهِيَ اللَّهُ عَنْهُ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
Artinya: “Dan orang yang berhijrah adalah orang yang telah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah." (HR. Imam Al-Bukhari).
Perjalanan Panjang dari Makkah ke Madinah dalam peristiwa Hijrah, setidaknya dapat kita petik hikmah baik secara filosofis maupun psikologis, di antara nya:
Pertama, spirit hijrah yang diajarkan Rasulullah adalah meninggalkan yang buruk menuju kepada hal-hal yang baik, atau singkatnya tarku al-ma’ashi ila tha’atillah.
Yakni, meninggalkan maksiyat menuju taat.
Dalam konteks ini, niat dalam hijrah mesti lurus, tulus, Ikhlas karena ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan karena tujuan lainnya.
Beliau menggambarkan bahwa semua perbuatan bergantung pada niatnya.
Kedua, Konsistensi perlu dibangun. Rasulullah telah memberi petunjuk dan keteladanan bahwa amal ibadah yang paling baik adalah yang konsisten meskipun sedikit.
Oleh sebab itu, Ketika Ketika berhijrah maka yang diharapkan adalah konsistensinya atau sikap istiqamah, berkelanjutan atau sustainable.
Sebagai contoh, ibadah yang kita lakukan, misalnya, tilawatil quran, setiap hari satu juz, setengah juz, dua halaman, atau satu halaman, maka jika itu rutin kita lakukan akan lebih baik daripada satu kali musim, setelah itu bubar.
Ketiga, sifat Amanah dan jujur sepertinya menjadi penting dalam hijrah.
Amanah sebagai sebuah sikap integritas yang tinggi Ketika seseorang diberikan wewenang atau tanggung jawab.
Sedangkan kejujuran adalah refleksi dari sikap Amanah, maka dalam berhijrah perlu menanamkan sikap ini.
Imbas yang diharapkan adalah pribadi-pribadi yang dapat dipercaya atau al-amin sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah menjadi ciri bagi orang yang berhijrah.
Kita semua, yang diberi Amanah berupa keluarga, Masyarakat, komunitas-komunitas, jabatan, harta, ilmu, dll yang merupakan Amanah sepatutnya menjadikan diri kita senantiasa berlaku jujur.
Keempat, tetap tawadhu’. Sikap tawadhu’ adalah rasa rendah hati, tidak sombong dengan apa pun yang menempel dari diri kita.
Ketika Rasulullah telah Berjaya di Madinah, dan memiliki kesempatan untuk ke Mekkah dan menakhlukannya, beliau tidak serta merta mencari orang-orang yang dulu memusuhinya lalu membalaskan dendam dan menghancurkannya, tetapi dengan tetap elegan membawa misinya.
Ini cukup menjadikan kita ibrah, dalam berhijrah, kesuksesan kita, ketaatan kita kepada Allah setelah berhijrah tidak perlu menyebabkan kita sombong.
Semoga kita mampu mengisi tahun baru 1446 Hijriah ini dengan lebih baik dan menjadikan kita muhajir-muhajir yang sukses.
Semoga Allah memudahkan segala urusan kita, Amin ya rabbal alamin.(*)
Oleh: DR Achmad Syarifudin MA
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Fatah Palembang
Kategori :