JAKARTA, SUMATERAEKSPRES.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan bahwa hingga 31 Mei 2024, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia mencatat defisit sebagai hasil dari perbaikan kinerja belanja yang lebih baik.
Meskipun demikian, kontraksi dalam penerimaan yang terpengaruh oleh risiko global menjadi perhatian utama yang perlu diwaspadai dan diantisipasi.
Realisasi belanja negara pada periode ini mencapai Rp1.145,3 triliun, yang setara dengan 34,4% dari pagu APBN.
Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 14,0% dibandingkan tahun sebelumnya. Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) terealisasi sebesar Rp824,3 triliun atau 33,4% dari pagu dengan pertumbuhan tahunan 15,4%.
BACA JUGA:APBN Defisit Rp21,8 Triliun, Pada Mei, Pendapatan Negara Semakin Tertekan
BACA JUGA:Usulkan Kuota BBM Subsidi 19,99 Juta KL, ESDM Bahas Dalam RAPBN 2025
Sementara itu, belanja untuk Kementerian/Lembaga (K/L) mencapai Rp388,7 triliun atau 35,6% dari pagu, dipengaruhi oleh pengeluaran untuk Jaminan Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat (JKN/KIS), bantuan sosial, infrastruktur, dan pelaksanaan Pemilu. Belanja non-K/L mencapai Rp435,6 triliun atau 31,6% dari pagu, termasuk subsidi energi dan manfaat pensiun.
"Anggaran Prioritas tahun 2024 kami jaga dengan baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta merespons dinamika kesehatan dan ketahanan pangan," kata Sri Mulyani.
Realisasi belanja infrastruktur mencapai Rp112,9 triliun (26,7% dari pagu), pendidikan Rp217,6 triliun (32,7%), kesehatan Rp60,3 triliun (32,2%), dan ketahanan pangan Rp26,1 triliun (22,8%).
Secara keseluruhan, hingga 31 Mei 2024, APBN mengalami defisit sebesar Rp21,8 triliun atau 0,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
BACA JUGA:Perbaiki 10 Ruas Jalan Terdampak IPAL, Tahun Ini, Pakai Dana APBN Rp30 Miliar
BACA JUGA:APBN Surplus Rp75,7 Triliun, Per April 2024, Pendapatan Lebih Besar dari Penerimaan
Meskipun demikian, keseimbangan primer tetap positif mencapai Rp184,2 triliun. Realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp84,6 triliun, mengalami penurunan 28,7% dibandingkan tahun sebelumnya.
Strategi pembiayaan melalui utang dan non-utang terus diterapkan dengan prinsip-prinsip pruden, terukur, oportunistik, dan fleksibel guna memastikan pembiayaan yang efisien dan optimal.
Di tengah rambatan risiko global, kinerja ekonomi domestik dan APBN Indonesia tetap terjaga dengan baik.
Pemerintah terus mengantisipasi dan mengurangi dampak risiko global terhadap perekonomian dan pasar keuangan domestik.
Konsistensi dalam campuran kebijakan makro dipertahankan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sambil menjaga stabilitas ekonomi.