Selama ekspedisi, tim memakai tanjak atau ikat kepala khas Palembang dan mengibarkan bendera merah putih raksasa di kawah Gunung Api Patah.
Pengibaran bendera ini menjadi simbol semangat nasionalisme dan komitmen terhadap pelestarian alam.
BACA JUGA:Serahkan Bantuan 390 Sapi, Pj Gubernur Sumsel Luncurkan Gerakan Kurban Serentak
BACA JUGA:Kilang Pertamina Plaju Semarakkan Idul Adha 1445 H, Bagikan 63 Ekor Kurban, Santuni Yatim
"Pengibaran bendera ini bukan hanya untuk menunjukkan cinta tanah air, tetapi juga sebagai tanda penghormatan kepada alam yang kita jaga.
Sedangkan tanjak kami pakai untuk melestarikan budaya Palembang," kata Akas, Ketua Tim.
Selain itu, tim juga melakukan herping di kawasan Danau Tumutan Tujuh, yang dikenal sebagai habitat berbagai jenis herpetofauna.
Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan keberagaman hayati dan memahami kondisi ekosistem setempat.
"Kami menemukan beberapa spesies yang menarik, dan ini menambah data penting bagi upaya konservasi," kata Selong, anggota tim lainnya.
Pembuatan plot jalur Gunung Api Patah via Pagar Alam - Semende Karya Tani juga menjadi bagian dari ekspedisi ini. Jalur ini diharapkan dapat digunakan sebagai rute pendakian resmi di masa depan, memudahkan para pendaki lain yang ingin menikmati keindahan alam Raje Mandare.
BACA JUGA:Libur Pelayanan Publik Ikut Cuti Bersama, Puskesmas Tetap Stand by di Momen Iduladha
BACA JUGA:Harga Daging Rp170 Ribu, Ayam Rp38 Ribu, Pedagang Bumbu juga Diserbu
Keberhasilan ekspedisi ini tidak lepas dari doa dan dukungan rekan-rekan, kakak serta ayunda senior Mapala UIN Raden Fatah. "Kami sangat bersyukur atas dukungan yang diberikan, baik moril maupun materil. Ini adalah pencapaian bersama," ujar Ewako.
Sebelum keberangkatan, tim ekspedisi mengadakan apel pelepasan dengan tema "Pengibaran Bendera Raksasa Sebagai Pemangku Konservasi dan Pewarisan Budaya di Hutan Lindung Raje Mendare Gunung Patah." Acara ini menjadi momentum penting untuk menguatkan semangat dan tujuan ekspedisi.
Ekspedisi ini berakhir di Desa Segamit, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muaraenim, Provinsi Sumatera Selatan pada 16 Juni 2024. Tim kembali dengan membawa berbagai temuan penting dan pengalaman berharga.
"Kami berharap ekspedisi ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk lebih peduli terhadap alam dan budaya kita," tutup Ahmad Hafiz AlFaqih alias Lohe.