Di Dusun Gunung Kembang, Kabupaten Lahat, istilah bekarang digunakan untuk aktivitas menangkap ikan tahunan di lokasi yang dilarang menangkap ikan selama satu tahun.
Tradisi ini sudah lama dikenal di Sumsel sebagai aktivitas menangkap ikan air tawar secara khusus di perairan daratan.
Berbeda dengan di Sumsel, bekarang di Pulau Bintan memiliki makna yang berbeda.
BACA JUGA:Manfaat Air Lemon dan 6 Bahaya yang Mungkin Terjadi Jika Meminumnya Secara Berlebihan
BACA JUGA:Jangan Ketinggalan, USM Jalur Mandiri Unsri 2024: Simak Jadwal dan Kuota Pendaftaran!
Menurut Rahma Syafitri dan kawan-kawan, bekarang di pulau tetangga Singapura ini adalah kegiatan mencari sumberdaya ikan dengan berjalan kaki ketika air laut surut.
Sumberdaya ikan yang menjadi target tangkapan masyarakat Pulau Bintan saat bekarang adalah kerang-kerangan dan siput-siputan, serta hasil laut lainnya yang dapat dikonsumsi.
Aktivitas bekarang di Pulau Bintan biasa dilakukan di bagian pesisir yang kering saat air laut surut.
Bekarang oleh masyarakat pesisir hanya menjadi pekerjaan sampingan, tidak dilakukan setiap hari, hanya saat kondisi surut terendah (surut jauh).
Hasil tangkapan biasanya hanya untuk konsumsi pribadi.
BACA JUGA:Manfaat Air Lemon dan 6 Bahaya yang Mungkin Terjadi Jika Meminumnya Secara Berlebihan
BACA JUGA:Jangan Ketinggalan, USM Jalur Mandiri Unsri 2024: Simak Jadwal dan Kuota Pendaftaran!
Di Pulau Bintan, bekarang memiliki pengertian yang berbeda dengan di Muba.
Bekarang di sini berarti aktivitas warga di ekosistem padang lamun yang mengumpulkan moluska (hewan berbadan lunak, sering bercangkang keras, misalnya siput) dengan tangan.
Bekarang di pulau ini adalah kearifan lokal sebagai bagian dari upaya konservasi alam.
Nelayan di sini dilarang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.