Fatoni menyebut setelah punya brand, semua pihak punya peranan agar Kopi Sumsel bisa ditata kelola dengan baik. Mulai dari produksi, wilayah perkebunan hingga pelaksanaan ekspor ke sejumlah negara.
Kepala Dinas Perkebunan Lahat, Vivi Angraini SSTP melalui Kabid Pengolahan Pemasaran Hasil Perkebunan Martin Lusepa STP MM menjelaskan puncak panen kopi di Kabupaten Lahat dimulai Mei, Juni, dan berakhir September. “Kenaikan harga lantaran supply kopi tahun lalu agak berkurang, sementara konsumsi dunia ada peningkatan,” cetusnya.
Penyebab lainnya karena produksi kopi dunia juga masih berkurang. Tahun 2021 lalu terjadi fros atau hujan salju di negara brazil yang menyebabkan produksi kopi negara Brazil turun hingga 50 persen.
Padahal Brazil merupakan negara penyumbang kopi dunia terbanyak. Kemudian musim kering di Vietnam yang juga salah satu negara penghasil kopi.
Ketua Kadin Sumsel, Affandi Udji menegaskan kehadiran Kopi Sumsel akan mengangkat kopi hasil petani di Sumsel. “Dari mana pun produksinya dan memenuhi standardisasi akan memakai logo Kopi Sumsel," ujarnya.
Dia pun tak menampik selama ini kopi hasil produksi Sumsel sudah beredar luas, namun banyak orang tidak tahu. Masyarakat lebih mengenal kopi Lampung.
"Data ekspor kopi Sumsel masih kosong. Provinsi lain yang mengambilnya, jelas ini merugikan Sumsel secara ekonomi," tandasnya. (iol/gti/fad)