Sekretaris DPPPA Kabupaten Mura Jadi Tersangka Korupsi Dugaan Sunat Anggaran

Kamis 25 Apr 2024 - 17:32 WIB
Reporter : Rian Sumeks
Editor : Rian Sumeks

LUBUKLINGGAU, SUMATERAEKSPRES.ID - Netty Herawati, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten MUSI RAWAS, kini berada dalam jeratan hukum di kota Lubuklinggau.

Keputusan menetapkan Netty Herawati sebagai tersangka dalam kasus korupsi rumah tahfidz di Musi Rawas diumumkan secara resmi pada Kamis (25/4) sekitar pukul 15.40 WIB.

Dari informasi yang berhasil dihimpun, modus operandi kasus korupsi ini mengungkap praktik sunat anggaran dalam pemberian makanan dan minuman bagi rumah tahfidz quran.

Praktik ini diduga dilakukan oleh Netty Herawati ketika menjabat sebagai Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) di Dinas Pendidikan Musi Rawas.

BACA JUGA:Oleng saat Step Motor Teman, Pelajar SMKN 4 Lubuklinggau Terjatuh dan Tersambar Truk, Langsung Innalillahi

BACA JUGA:Nahas! Step Motor Teman Berujung Maut, Pelajar Lubuklinggau Tewas Terlindas Truk

Total anggaran yang disunat pada periode 2021 dan 2022 mencapai Rp836 juta. Namun, dana yang diberikan untuk keperluan rumah tahfidz hanya sebesar Rp580 juta. Sisanya, sebagian besar masuk ke kantong pribadi tersangka.

Riyadi Bayu Kristianto, SH selaku Kepala Kejaksaan Negeri Lubuklinggau, dalam konferensi persnya menjelaskan bahwa kasus korupsi ini telah memasuki tahap penyidikan di Pidana Khusus (Pidsus).

Hingga saat ini, sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 20 saksi termasuk kepala Dinas, dengan estimasi kerugian negara yang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencapai Rp172 juta.

Kasus ini mengungkap bahwa anggaran yang semestinya digunakan untuk makan dan minum 28 anak selama setahun di SDN 5 Muara Beliti, ternyata dimanfaatkan dengan modus yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

BACA JUGA:Lintas 3 Provinsi, dari Curup Pasutri Curi Mobil Pick Up di Lubuklinggau, Terciduk Tim Macan Linggau di Jambi

BACA JUGA:Pencarian Korban Tenggelam di Lubuk Kemang Masih Berlanjut

"Modusnya kegiatan makan minum siswa tahfiz ini dikelola sendiri oleh pengelola rumah tahfiz masak sendiri dengan dana dari Dinas pendidikan, senilai Rp580 juta, sedangkan anggaran dari APBD Rp836 juta," jelas Wenharnol, Kasi Intel Kejaksaan.

Pemberian makan dan minum ini dilakukan secara rutin tiga kali sehari. Proses penyidikan yang dimulai sejak 23 Agustus terus berjalan, dengan penahanan tersangka yang dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan lebih lanjut.

"Tapi tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru, alasan penyidik menahan tersangka sangat subjektif dan objektif, diancam di atas 5 tahun, khawatir tersangka melarikan diri," tambahnya.

Kategori :