Beberapa sumber menyatakan bahwa maag juga dipicu suasana kejiwaan dan emosi negatif Misalnya perasaan cemas, marah, dan semacamnya . Ketika berpuasa bisa membuat suasana hati menjadi lebih tenang, ikhlas, pasrah, dan merasa lebih dekat kepada Allah SWT.
Perihal ini secara teoritis bisa dijelaskan dengan teori Ivan Pavlov (Teori Classical Conditioning), seorang ahli fisiologi yang melakukan penelitian dengan kebiasaan dan perubahan perilaku. Pada eksperimennya, Pavlov mengukur jumlah produksi air liur hewan tersebut. Awalnya Ia membunyikan lonceng, disusul memberikan makanan kepada hewan itu dan hewan tersebut mengeluarkan air liur ketika makanan telah dimunculkan.
Pada eksperimen berikutnya, ketika hewan itu sudah terkondisi dan terbiasa dengan suara lonceng yang diikuti kehadiran makanan, maka ketika pemberian makanan dihentikan, maka hewan itu masih tetap mengeluarkan air liur dengan hanya cukup didengarkan suara suara lonceng walau tanpa diberikan makanan.
BACA JUGA:Ini Manfaat Berpuasa bagi Ibu Hamil
BACA JUGA:Benarkah Tidurnya Orang Berpuasa Dapatkan Pahala, Ini Penjelasannya
Bunyi lonceng telah menjadi semacam ‘anchor’ atau jangkar pikiran pada diri si hewan untuk memicu air liurnya. Dalam hal ini, Pavlov telah melakukan ‘pemrograman’ , dengan melakukan pembiasaan yang menjadikannya seolah-olah suara lonceng adalah sebagai tombol otomatis pada diri hewan itu. Bahwa kalau ada bunyi lonceng, berarti ada makanan, dan itu memicu produksi air liur.
Dan itu sebagaimana kita memasang niat yang berfungsi sebagai remote control psikologis dalam proses penghentian asam lambung yang berkaitan dengan rasa lapar. Semoga kita terus memantapkan niat di bulan Ramadan ini sehingga mampu menjalankan ibadah puasa dengan baik dan lancar. (*)