Hak Angket Terus Digulirkan PDIP, PKS dan PKB

Selasa 05 Mar 2024 - 20:44 WIB
Reporter : Irvan Bahri
Editor : Irvan Bahri

BACA JUGA:Erick Thohir Jadi Penentu Kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, Ini Faktanya

Pertama, Pemilu 2024 merupakan momen krusial bagi bangsa Indonesia. Sehingga penyelenggaraannya harus tetap terjaga agar berlangsung jujur dan adil.

Kedua, munculnya berbagai kecurigaan dan praduga di masyarakat perihal kecurangan dan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu yang perlu direspon DPR secara bijak dan proposional.

Ia menegaskan, hak angket adalah salah satu instrumen yang dimiliki DPR dan diatur dalam UUD dan bisa digunakan.

"Untuk mengungkap kecurigaan dan praduga itu secara terbuka dan transparan," paparnya.

BACA JUGA:Meski Dikritik Jokowi, KPU Tetap Gunakan Format Sama dalam Debat Pilpres, Ini Alasannya

BACA JUGA:Hasil Pilpres 2024 Sudah Hampir Pasti, Ini Pesan Tokoh Agama untuk Indonesia Damai

Dikatakannya, jika kecurigaan dan praduga terkait kecurangan Pemilu 2024 terbukti dalam pelaksanaan hak angket, hal itu bisa ditindaklanjuti sesuai UU yang berlaku.

Sebaliknya jika tidak terbukti, maka dapat mengklarifikasi kecurigaan dan praduga terkait penyelenggaraan pemilu.

Luluk Nur Hamidah, anggota DPR dari Fraksi PKB djuga menyuarakan hak angket merupakan perwujudan kedaulatan rakyat.

Karena itu, tidak ada satu pun kekuatan di negeri ini yang boleh merebut apalagi mengancurkannya.

BACA JUGA:Arus Bawah Indonesia Bersatu Dukung Prabowo-Gibran, Targetkan Pilpres 2024 Sekali Putaran

BACA JUGA:Survei Terbaru! Prabowo-Gibran Raih 52,5 Persen Suara, Mayoritas Masyarakat Berharap Pilpres Sekali Putaran

Karena pemilu terkait dengan kedaulatan rakyat, maka pemilu harus berdasarkan pada prinsip kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan etika yang tinggi.

"Tidak boleh ada satu pun pihak yang mencoba memobilisasi sumber daya negara untuk memenangkan salah satu pihak walaupun itu adalah salah satu anak, saudara, kerabat, atau relasi kuasa yang lain," kata Luluk.

Dia menjelaskan, pemilu tidak boleh dipandang hanya dari konteks hasil, lebih dari itu konteks proses harus juga menjadi cerminan apakah pemilu sudah berlangsung jujur dan adil.

Jika prosesnya  berlangsung dengan intimidasi, apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran etika, atau politisasi bansos, intervensi kekuasaan, maka tidak bisa dianggap serta merta pemilu selesai sesuai jadwalnya.

Luluk menegaskan, salah satu pelaku sejarah gerakan reformasi 1998. "Sejak mengikuti Pemilu 1999, saya belum pernah melihat proses  penyelenggaraan pemilu sebrutal dan semenyakitkan ini, di mana etika dan moral politik berada di titik minus," ungkap Luluk.

Dia menyatakan, ketika para akademisi, budayawan, profesor, mahasiswa, dan rakyat biasa sudah mulai berteriak tentang sesuatu yang dianggap sebagai kecurangan dalam pemilu, DPR seharusnya tidak tinggal diam.

Dijelaskannya, alangkah naifnya kalau DPR hanya diam dan membiarkan saja seolah-olah tidak terjadi sesuatu.

Ia mengatakan, tanggung jawab moral dan etika politik DPR hari ini adalah mendengarkan suara yang sudah diteriakan atauapun suara yang tidak sanggup diteriakkan, silent majority.

"Saya yakin rakyat akan sangat mendukung kita untuk menggunakan hak konstiusional melalui hak angket untuk mengungkap seterang-terangnya terkait kecurangan penyelenggaraan pemilu 2024," tutur Luluk.

Aria Bima, anggota Fraksi PDI Perjuangan dapil Jateng V menyampaikan, DPR harus menjalankan fungsi pengawasan melalui hak angket atau hak interpelasi untuk mengungkap dugaan kecurangan penyeelnggaraan Pemilu 2024.

Apalagi masalah itu sudah disoroti berbagai kalangan, termasuk rohaniwan, cendekiawan, budayawan, dan mahasiswa yang menyuarakan kecurangan yang perlu dicermati dalam penyelenggaraan pemilu tahun ini.

Maka, dia meminta pimpinan DPR untuk menggunakan fungsi pengawasan melalui hak angket, hak interpelasi atau hak apapun sebagai anggota legislatif.

"Untuk mengkritisi penyelenggaraan pemilu terkait dugaan kecurangan pemilu bisa diselidiki," kata Aria Bima.

Dia menegaskan, penggunaan hak angket juga untuk menjamin penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Dan pemilu ke depan di mana harus ada hal yang dilakukan untuk mengkoreksi aturan, maupun mengoptimalkan fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah.

Menurutnya, hal itu untuk menjamin kualitas pilkada dan pemilu, juga mengoptimalkan fungsi pengawasan terhadap pemerintah.

"Sebagai anggota legislatif yang tidak ada taringnya atau tidak ada marwahnya dalam pelaksanaan pemilu kemarin," pungkasnya. (rf)

Kategori :