SUMATERAEKSPRES.ID - Meski Prabowo dan Gibran dalam penghitungan cepat dinyatakan menang, namun hasil quick count juga menunjukkan PDIP masih teratas di pemilihan umum legislatif (pileg). Lantas kenapa Gerindra yang punya Prabowo bisa menyalip Golkar? Berikut penuturan Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro.
---------------------------
Hasil quick count untuk pemilihan presiden (pilpres) menunjukkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul tebal. Bagaimana perolehan suara parpol di pileg?
Yang menarik sebenarnya soal suara Golkar. Suara Golkar mengalami lonjakan luar biasa. Bisa menggeser Gerindra yang notabene punya figur capres (Prabowo ketua umum Gerindra, Red). Golkar tidak punya figur capres (dari kader sendiri). Tapi, mereka mendapat berkah elektoral yang lebih besar dari Gerindra. Sementara ini, saya melihat Golkar akan menjadi partai nomor dua di parlemen, menyalip Gerindra.
BACA JUGA:Giri Ajak Masyarakat Menangkan PDIP, Imbau Tidak Golput pada Pemilu 2024
BACA JUGA:Hasil Quick Count Pemilu 2024: Prabowo-Gibran Unggul Satu Putaran, PDIP Jadi Oposisi Murni?
Apa penyebab Golkar yang tanpa figur capres bisa menyalip Gerindra dengan Prabowo-nya?
Dengan arah pileg seperti ini, mungkin mereka (Golkar) strategi politiknya di daerah pemilihan (dapil) itu bagus ya. Mereka menempatkan caleg-caleg yang berkualitas, punya magnet figur. Contohnya, Atalia Praratya atau Ibu Cinta, istri Ridwan Kamil (RK), yang turut mendongkrak suara Golkar di Jawa Barat yang selama ini menjadi basis PKS dan Gerindra. RK punya follower jutaan di media sosial, tertinggi di antara politisi kita, tapi dia tidak nyaleg. Suaranya lari ke istrinya. Saya pikir 2024–2029 Golkar akan menjadi partai menengah. Tapi, dengan begini, Golkar menjadi partai kelas atas lagi.
Apa yang terjadi dengan PDIP, suara mereka bagus, tetapi capres dan cawapres yang diusung kalah?
Saya melihat PDIP seperti bertarung sendiri (untuk pilpres). PPP dan partai di koalisi mereka seperti Perindo kurang maksimal. Di pileg, PDIP itu partai kader. Jelas penentuan caleg nomor 1, 2, dan 3 dari rekam jejak kaderisasi di PDIP. Kecuali memang ada kelebihan di figur tersebut, apakah soal popularitas atau kapabilitas.
Bagaimana perkiraan suara PDIP? Dan apakah mereka akan jadi oposisi?
Sepertinya, suara PDIP akan turun. Karena kalau 2014 dan 2019 ada Jokowi effect, Jokowi effect itu terbang 4 sampai 5 persen, hilang suaranya. Ganjar Pranowo bukan figur yang kuat untuk menopang PDIP merengkuh suara. Saya juga melihat PDIP sama dengan Megawati. Derajat masalahnya (dengan Jokowi) sangat berat. Saya kira Megawati akan kukuh dengan prinsipnya, dia akan memilih oposisi. Tapi, karena politik itu dinamis, mungkin saja bisa berubah.
Bagaimana dengan Gerindra, Prabowo-Gibran unggul, tetapi posisinya malah disalip Golkar?
Gerindra ingin memastikan pilpres kali ini Prabowo menjadi presiden. Tapi, muncul anomali karena dengan memiliki figur capres, mereka seharusnya lebih leading ketimbang partai-partai lain, minimal tidak kalah dari Golkar. Anomali itulah yang menarik perhatian saya, kenapa Gerindra kok bisa disalip oleh Golkar. Mungkin fokus strategi di pilpres membuat konsentrasi di pileg menjadi kurang optimal, penempatan figur yang dalam tanda kutip kurang mengakar, kurang memiliki massa yang solid. Artinya, ada kesalahan pemilihan strategi di dapil, kesalahan ketika menentukan nomor 1, 2, dan seterusnya. Dan di sisi lain, Golkar sudah lebih unggul dari Gerindra karena lebih matang mesin politiknya.
Kalau di papan atas ada PDIP, Golkar, dan Gerindra, bagaimana papan bawah?