SUMATERAEKSPRES.ID - DENGAN berbagai macam permasalahannya setelah pandemi Covid-19, tahun 2023 dinilai telah memberikan landasan pijak bagi ekonomi Indonesia. Terlebih tahun 2024 ini, agenda politik bisa jadi akan mengubah arah kebijakan ekonomi.
Pengamat Ekonomi Sumsel, Idham Cholid SE ME, menyebut keberhasilan tahun 2023 cukup baik. Walaupun pertumbuhan ekonomi belum terlalu tinggi. Namun paling tidak, pemerintah telah mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan baik.
"Pada 2024 ini peluang ekonomi,” kata Idham Cholid, yang juga dosen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas MDP, Sabtu, 6 Januari 2024.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi, sambung Idham, pertumbuhan ekonomi akan cenderung melandai atau tumbuh tidak terlalu signifikan.
BACA JUGA:Ekonomi 2024, Optimis di Tahun Politis
Tentunya hal itu, didasarkan atas kondisi geo politik internasional yang masih juga bermasalah dengan berbagai perang di beberapa kawasan. Serta permasalahan sengketa ekonomi antara China dan Amerika.
"Hal ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia di tahun 2024. Namun perlu juga diperhatikan bahwa sebagai negara dengan populasi terbesar di ASEAN dan nomor 4 di dunia, Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar baik untuk pemasaran produk maupun investasi asing," paparnya.
Bagi produsen dalam negeri atau pengusaha lokal, lanjut Idham, harus menyadari bahwa sekarang ekonomi Indonesia semakin terbuka. Sejalan dengan globalisasi yang semakin masif terjadi.
"Kita tidak bisa lagi hanya bersaing dengan produk-produk lokal, produk yang dihasilkan harus siap untuk bersaing di pasaran internasional," tegasnya.
BACA JUGA:Weton Minggu Pahing 2024: Pencerahan Ekonomi, Peningkatan Karir, dan Asmara yang Memikat
BACA JUGA:Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Lebih jauh dijelaskan potensi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat menyikapi kondisi ini. Masyarakat dapat memanfaatkan peluang usaha yang terbuka. Misalkan produk-produk yang terkait dengan kebutuhan dasar. “Mengingat peluang pasar dan daya konsumsi masyarakat Indonesia cukup tinggi,” katanya.
Namun tentunya hal ini harus diikuti dengan komitmen pemerintah untuk tetap menjaga tingkat inflasi yang rendah. “Sebagaimana kita ketahui bahwa tingkat inflasi terus terjaga di bawah 10 persen (di bawah 2 digit) sehingga masih dapat mendorong tingkat konsumsi masyarakat," jelasnya
Perlu juga dicatat, ada beberapa komoditi yang kenaikannya sangat tinggi dan terkadang memberatkan masyarakat. Sehingga pemerintah perlu memberikan perhatian terhadap komoditi ini. “Misalkan produk-produk sayuran, telur, gula dan minyak goreng,” ulasnya.