SUMATERAEKSPRES.ID - Perjalanan sehari-hari yang panjang tidak hanya memberikan rasa tidak nyaman akibat kemacetan dan polusi udara, namun penelitian terbaru menyoroti dampak negatifnya terhadap kesehatan mental.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Transport & Health menyajikan temuan menarik mengenai keterkaitan antara durasi perjalanan harian dan risiko depresi.
Dalam penelitian ini, fokus diberikan pada perjalanan sehari-hari di Korea Selatan, sebuah negara yang konon memiliki waktu perjalanan rata-rata tertinggi dan tingkat depresi yang signifikan di antara anggota OECD.
Data dari 23.415 partisipan berusia 20 hingga 59 tahun dari Survei Kondisi Kerja Korea Kelima tahun 2017 menjadi landasan penelitian.
BACA JUGA:4 Lifehack Menggunakan Transportasi Umum Agar Terhindar Stres
BACA JUGA:Mengintip 7 Tren Warna yang Bakal Hits di 2024, Apa Saja?
Peserta diminta menjawab pertanyaan berdasarkan lima poin indeks kesejahteraan WHO, sementara peneliti mengevaluasi kesehatan mental mereka.
Faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, wilayah, status perkawinan, pekerjaan, jam kerja, dan shift kerja juga diperhitungkan dalam analisis.
Temuan utama dari penelitian ini, yang dipimpin oleh Dr. Lee Dong-wook dari Departemen Kedokteran Kerja dan Lingkungan di Rumah Sakit Universitas Inha, menyebutkan bahwa individu yang menghabiskan lebih dari 60 menit perjalanan ke dan dari tempat kerja memiliki kemungkinan 1,16 kali lebih besar untuk mengalami depresi dibandingkan dengan mereka yang menghabiskan waktu kurang dari setengah jam.
Rata-rata waktu perjalanan harian mencapai 47 menit, yang berarti hampir empat jam per minggu dihabiskan dalam perjalanan bagi pekerja dengan jadwal lima hari.
BACA JUGA:Ajaib, Ini Sederet Manfaat Pelukan Mama, Sehatkan Jantung Hingga Kurangi Stres Anak
BACA JUGA:Sulit Dipercaya! Tanaman Liar Pinggir Jalan Ini Bisa Jadi Penyelamat bagi Penderita Asma, Apa Itu?
Para peneliti menyoroti bahwa lamanya waktu perjalanan tersebut dapat menimbulkan stres fisik dan psikologis.
"Dengan lebih sedikit waktu luang, orang mungkin kekurangan waktu untuk mengurangi stres dan melawan kelelahan fisik melalui tidur, hobi, dan aktivitas lainnya," ungkap seorang peneliti kepada Korea Biomedical Review (KBR).
Terutama bagi perempuan, penelitian menunjukkan bahwa durasi perjalanan yang panjang berkaitan erat dengan gejala depresi pada pekerja berpenghasilan rendah, pekerja shift, dan mereka yang memiliki anak.