PALEMBANG , SUMATERAEKSPRES.ID - Walaupun Palembang merupakan kota Metropolis, tapi warganya cukup banyak yang berprofesi sebagai nelayan tangkap. Mereka biasanya berlayar di seputaran perairan Sungai Musi. Seperti apa kisahnya?
Perahu Zulkifli (53) menderu menyusuri Sungai Musi sampai hilir perairan Upang, Banyuasin. Suara mesin ketek bertenaga 9 PK-nya begitu kuat, melaju cepat, melayari ombak. Hari itu pukul 07.45 WIB.
Setelah 2,5 jam menempuh perjalanan puluhan mil dari Tanah Malang, setiba di Upang Zulkifli memutar haluan perahu ke pinggiran, mencari spot muara yang banyak ikan sungai.
BACA JUGA:Fokus Kembangkan Pusat Kuliner, Di Tepian Sungai Musi
BACA JUGA:Musim Nataru, Disbudpar Sumsel Pacu Kunjungan Wisatawan
Tak lama ia mematikan mesin dan beringsut dari pojokan ke tengah perahu sepanjang 10 meter tersebut. Cuaca masih sedikit berkabut, Zulkifli berdiri memandang jauh ke laut lepas (Selat Bangka), mengamati permukaan air yang beriak-riak, dan mengambil jaring ikan berukuran 2,5 inci.
Ia bersiap-siap, melebarkan jala, melempar ke permukaan air, dan berhasil menjaring belasan ikan juaro yang bergerombolan. “Sekali menjala 2-3 kilogram ikan juaro tertangkap,” ujarnya, kemarin.
Jika serasa sedang banyak ikan patin sungai, ia menarik jaring berukuran 6-7 inci, tapi populasi ikan patin sudah lebih sedikit di Sungai Musi.
“Seharian melaut sampai sore, dapat sekitar 40-50 kg ikan juaro, paling sedikit 20 kg,” ungkap Ketua Kelompok Nelayan Mawar ini. Ada juga ikan seluang, cuma rata-rata 3 kg demikian pula patin. Dalam seminggu, Zulkifli melaut hanya 3 kali ke hilir dan itu tidak menginap, tetapi langsung pulang pergi.
Pria yang sudah lebih dari 30 tahun menjalani profesi nelayan tangkap ini mengaku mencari ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Serasa sudah cukup, ia istirahat ke laut.
Ikan hasil tangkapan ia jual ke kapal-kapal pengepul yang banyak di sepanjang Sungai Musi, harganya lebih mahal dari pasar tradisional seperti ikan juaro Rp20 ribu, seluang Rp40 ribu, dan patin sungai Rp70 ribu per kg.
“Nelayan kecil seperti kami, dengan perahu bertenaga paling besar 9 PK tak terlalu banyak menangkap ikan. Alat tangkap yang kami gunakan pun sederhana hanya berupa jaring,” ujarnya.
Dibanding nelayan di kampungnya, Zulkifli termasuk paling jauh berlayar dan berani “melawan” ombak meski berangkat sendiri sejak subuh.
BACA JUGA:5 Desa Wisata di Sumsel yang Wajib Banget Dikunjungi Travelers, Suasana Kampungnya Bikin Tentram!
BACA JUGA:Palembang Siap Sambut Wisatawan Natal dan Tahun Baru, Okupansi Hotel Melonjak 20 Persen